Jagalah Nafsu dari Empat Keadaan

*) Oleh : M. Mahmud
Ketua PRM Kandangsemangkon Paciran Lamongan Jawa Timur
www.majelistabligh.id -

“Menjaga nafsu dari empat keadaan” bisa dijadikan sebuah kerangka reflektif untuk pendidikan fitrah dan pengendalian diri. Berikut empat keadaan yang sering disebut oleh para ulama dan bisa kita jadikan rubrik pengingat:

Empat Keadaan Nafsu yang Perlu Dijaga

1. Saat Lapang (al-rakhā’)
• Nafsu cenderung mendorong pada kelalaian, kesenangan berlebihan, dan lupa bersyukur.
• Penjagaan: latih syukur, gunakan kelapangan untuk berbagi dan menolong.

2. Saat Sempit (al-shiddah)
• Nafsu bisa memunculkan keluh kesah, putus asa, atau menyalahkan keadaan.
• Penjagaan: sabar, yakin bahwa kesempitan adalah ujian dan jalan menuju pertolongan Allah.

3. Saat Sendiri (al-khalwah)
• Nafsu sering mengajak pada bisikan maksiat, karena tidak ada pengawasan manusia.
• Penjagaan: hadirkan muraqabah (kesadaran bahwa Allah selalu melihat), isi kesendirian dengan ibadah dan ilmu.

4. Saat Ramai (al-jamā‘ah)
• Nafsu bisa mendorong riya’, ingin dipuji, atau mengikuti arus tanpa prinsip.
• Penjagaan: luruskan niat, jadikan kebersamaan sebagai sarana dakwah dan saling menasihati.

Al-Qur’an tidak menyebut langsung “empat keadaan nafsu” seperti lapang, sempit, sendiri, dan ramai, tetapi ayat-ayatnya memberi pedoman menjaga nafsu dalam kondisi tersebut: syukur saat lapang, sabar saat sempit, muraqabah saat sendiri, dan ikhlas saat ramai.

Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Menjadi Landasan:

1. Menjaga Nafsu Saat Lapang (Syukur)
QS Ibrahim: 7

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”

Mengingatkan agar kelapangan tidak membuat lalai, tetapi menjadi sarana syukur.

2. Menjaga Nafsu Saat Sempit (Sabar)
QS. Al-Baqarah: 155-156

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).”

Nafsu ditahan dari keluh kesah, diganti dengan sabar dan ridha.

3. Menjaga Nafsu Saat Sendiri (Muraqabah)
QS. Al-Hadid: 4

وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ

“Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

QS Ghafir: 19

يَعْلَمُ خَاۤىِٕنَةَ الْاَعْيُنِ وَمَا تُخْفِى الصُّدُوْرُ

“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi di dalam dada.”

Maksud ungkapan pandangan yang khianat adalah pandangan pada hal-hal yang terlarang, seperti memandang lawan jenis yang bukan mahram tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Menegaskan bahwa kesendirian bukan alasan mengikuti bisikan nafsu, karena Allah selalu mengawasi.

4. Menjaga Nafsu Saat Ramai (Ikhlas vs Riya)
QS. Al-Bayyinah: 5

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).”

QS An-Nisa: 27

وَاللّٰهُ يُرِيْدُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْكُمْ ۗ وَيُرِيْدُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الشَّهَوٰتِ اَنْ تَمِيْلُوْا مَيْلًا عَظِيْمًا

“Allah hendak menerima tobatmu, sedangkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu menghendaki agar kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).”

Menjadi pengingat agar amal di tengah manusia tidak ternodai riya, melainkan ikhlas. Jadi, menjaga nafsu dari empat keadaan bukan sekadar disiplin diri, tetapi membumikan ayat-ayat Qur’an dalam setiap situasi hidup. (*)

Tinggalkan Balasan

Search