Ketika Penguasa Bermain dengan Alam: Al-Qur’an Membongkar Akar Bencana

Ketika Penguasa Bermain dengan Alam: Al-Qur’an Membongkar Akar Bencana
*) Oleh : Moh. Mas’al, S.HI, M.Ag
Kepsek SMP AL FATTAH dan Anggota MTT PDM Kab. Sidoarjo
www.majelistabligh.id -

#Perspektif Qur’ani atas Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Elit Kekuasaan

Bencana bukan hanya fenomena alam. Ia adalah bahasa bumi. Sebuah tanda bahwa keseimbangan terganggu, bahwa ada yang tidak beres dalam hubungan manusia dengan amanah kekuasaan dan pengelolaan alam. Di sinilah Al-Qur’an memberi perspektif yang tajam, kritis, dan menggugah melalui ayat yang sangat tegas:

وَإِذَآ أَرَدۡنَا أَن نُّهۡلِكَ قَرۡیَةً أَمَرۡنَا مُتۡرَفِیهَا فَفَسَقُوا۟ فِیهَا فَحَقَّ عَلَیۡهَا ٱلۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنَاهَا تَدۡمِیرࣰا

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS. Al-Isrāʼ 17:16)

Ayat ini bukan sekadar informasi, tetapi pola sejarah. Ketika suatu negeri berada di ambang kehancuran, akar masalahnya bukan semata rakyat kecil, bukan pula sekadar fenomena alam — melainkan hadirnya kelompok yang dalam istilah Al-Qur’an disebut mutrafīn: mereka yang hidup dalam kemewahan, memegang kekuasaan, mengatur kebijakan, namun mengkhianati amanah.

Siapa Para Mutrafīn Menurut Ulama?

Ibn Kathīr menjelaskan: mutrafīn adalah pemimpin, orang kaya, dan pemegang kekuasaan yang diberi ruang mengambil kebijakan. Jika mereka taat, negeri selamat. Jika mereka fasik, rakyat menjadi korban.

Al-Qurṭubī menambahkan: merekalah yang mengatur arah negara, ekonomi, sumber daya, dan struktur sosial.

Al-Ṭabarī menegaskan: kerusakan tidak dimulai dari bawah, tetapi dari puncak kekuasaan.

Itulah mengapa ayat ini tidak menyebut semua manusia, tetapi fokus pada pengendali kebijakan dan kekayaan.

Fasād: Ketika Keserakahan Menjadi Kebijakan

Al-Qur’an tidak diam terhadap kerusakan yang dilakukan manusia:

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِی ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَیۡدِی ٱلنَّاسِ

“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat ulah tangan manusia.” (QS. Ar-Rūm: 41)

Fasād dalam bahasa Al-Qur’an bukan hanya kerusakan moral, tetapi juga: deforestasi, pencemaran air dan udara, eksploitasi tambang, pembakaran hutan, monopoli sumber daya, hingga kebijakan yang merugikan rakyat dan lingkungan.

Dengan kata lain, kerusakan ekologis adalah bentuk fasād modern. Kerusakan Alam Hari Ini: Al-Qur’an Sudah Memperingatkan. Data terkini memperlihatkan bahwa kerusakan bukan sekadar teori:

Deforestasi global 2024 mencapai lebih dari 3,6 juta hektare, terutama di Asia Tenggara dan Amerika Latin.

Indonesia, meskipun menurun dalam beberapa tahun terakhir, masih kehilangan ±70 ribu hektare hutan per tahun karena perkebunan industri, tambang, dan infrastruktur.

Lebih dari 30 sungai besar di Indonesia berada dalam status tercemar berat.

Banjir, kekeringan ekstrem, cuaca panas, dan longsor meningkat dalam 10 tahun terakhir menurut laporan lembaga klimatologi dunia.

Realitas ini menunjukkan satu hal: bumi merespons.

Sunnatullah: Bencana itu Tidak Datang Tanpa Pola

Allah menjelaskan pola kehancuran suatu negeri:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. (QS. Ar-Ra’d: 11)

Ketika kebijakan merusak bumi, ketika pemimpin tidak amanah, ketika ekonomi hanya dinikmati segelintir, maka sunnatullah bergerak: keseimbangan alam terganggu, lalu bencana datang sebagai peringatan — bukan balas dendam, tetapi ajakan kembali kepada aturan Allah.

Dari perspektif Al-Qur’an, bencana tidak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan moral, kekuasaan, kebijakan, dan struktur kezaliman.

Jika penguasa amanah, rakyat disiplin, dan alam dijaga — bumi menjadi berkah.

Jika kekuasaan disalahgunakan dan alam diperlakukan sebagai komoditas — bumi membalas.

Para ulama sepakat: kemakmuran dan kehancuran dunia bukan hanya urusan langit, tetapi hasil interaksi manusia terhadap amanah bumi. (*)

Referensi:

  • Al-Qur’an: QS. Al-Isrā’ 17:16; Ar-Rūm 30:41; Al-A’rāf 7:56; Ar-Ra’d 13:11
  • Tafsir Ibn Kathīr, Tafsir al-Ṭabarī, Tafsir al-Qurṭubī
  • Wahbah az-Zuhaylī, Tafsīr al-Munīr
  • Yusuf al-Qaradawi, Ri‘āyatul-Bay’ah fil Islām
  • FAO Global Forest Report 2024
  • Data KLHK dan laporan lingkungan 2024

Tinggalkan Balasan

Search