Melanggar Etika Politik, Mengkhianati Amanah Rakyat

*) Oleh : Chusnun Hadi
editor majelistabligh.id
www.majelistabligh.id -

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI telah memutuskan sanksi pada tiga anggota DPR RI yang dinilai terbukti melanggar kode etik, dalam sidang kode etik yang berlangsung di Gedung Dewan, Rabu (5/11/2025). Ketiga anggota dewan tersebut adalah Nafa Urbach divonis nonaktif selama 3 bulan, Eko Patrio divonis nonaktif 4 bulan dan Ahmad Sahroni mendapatkan vonis nonaktif 6 bulan.

Ketiga politisi tersebut sebelumnya dinilai melakukan perbuatan yang kurang pantas dan menjadi viral di media mainstream maupun media sosial. Perilaku dan pernyataan menggunakan diksi yang kasar, diduga membuat sebagian masyarakat tersinggung. Etika mereka sebagai wakil rakyat dinilai kurang pantas. Akibatnya, memicu kerusuhan pada akhir Agustus 2025 lalu, yang terjadi di Jakarta, Surabaya, Makasar, dan daerah lain di Indonesia.

Secara etimologis, kata “etik” berasal dari bahasa Yunani kuno “ethos” yang berarti kebiasaan, adat, watak, atau karakter. Etika juga dipahami sebagai ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk, atau serta benar dan salah dalam tindakan manusia.

Etika dipelajari secara khusus dalam ilmu filsafat yang membahas prinsip moral atas perilaku manusia. Hal ini sangat erat dengan nilai, norma, dan aturan yang dianggap baik dan patut diikuti dalam suatu masyarakat. Aturan tersebut hampir semuanya tak tertulis.

Sebagai anggota dewan, sudah seharusnya mereka menjaga integritas pribadi, yakni kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Dengan menjaga integritas pribadi, seseorang akan lebih berhati-hati dan tidak melakukan tindakan yang melanggar nilai etika dan moral.

Panggung Sandiwara

Pada tahun 1956, Erving Goffman, seorang sosiolog besar, menulis buku berjudul The Presentation of Self in Everyday Life, atau Penampilan Diri Dalam Kehidupan Sehari-hari. Goffman menyebut  bahwa kehidupan sosial adalah panggung besar, dan setiap individu berperan sesuai dengan harapan audiensinya. Dalam konteks politik, panggung itu adalah ruang publik, dan aktornya adalah para politisi yang berlomba-lomba tampil meyakinkan di hadapan rakyat dan media. Sedangkan rakyat hanya figurannya.

Dari sini kita bisa melihat, bagaimana saat menjelang Pemilu, politisi mulai sibuk melakukan pencitraan. Mereka datang ke pusat pusat kegiatan masyarakat, seperti pasar, pabrik dan lain-lain. Politisi ini menampakkan wajah sedih saat melihat rakyat menderita, bahkan mereka sampai meneteskan air mata. Peran sedih itu dimainkan untuk mendapatkan dukungan suara.

Sandiwara yang diperankan cenderung tak selaras antara kata dan realita. Hal ini sangat berbahaya, bahkan Allah pun murka sebagaimana dalam firman Allah yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)

Rakyat memilih wakilnya di dewan, bukan sekedar pilihan biasa. Tetapi ada titipan amanah yang harus diemban. Amanah dalam Islam memiliki makna yang sangat mendalam dan luas, jauh melampaui sekadar ‘tanggung jawab’ atau ‘kepercayaan’.

Konsep ini adalah pilar fundamental dalam akidah (keyakinan), syariat (hukum), dan akhlak (etika) seorang Muslim. Politisi yang amanah harus memiliki keteguhan ideologi dan moral, kompetensi dan kapasitas memimpin, visi dan misi yang jelas, kemampuan komunikasi yang efektif, keteladanan dan integritas, kepekaan terhadap kebutuhan rakyat, dan akuntabilitas.

Jadi pada saat anggora dewan mendapatkan sanksi karena melanggar kode etik, menunjukkan bahwa etika mereka masih belum sesuai dengan amanah yang diberikan rakyat.

Allah SWT berfirman yang artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27).

Semoga hal ini menjadi pembelajaran bagi para pemimpin dan politisi, yang sedang memainkan peran dalam panggung sandiwara politik. Etika dan moral menjadi penting sebagai simbol amanah rakyat yang memilihnya. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Search