Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang telah diluncurkan secara resmi oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Rabu, 1 Muharam 1447 lalu, bertepatan dengan 25 Juni 2025, terus dikembangkan. Kalender ini menjadi tonggak perjalanan sejarah umat Islam dalam penggunaan sistem kalender yang lebih baik, meski realitasnya akan banyak tantangan yang harus dihadapi.
Perhelatan tersebut dihadiri oleh beberapa duta besar negara-negara Islam hingga organisasi massa (ormas) Islam di Indonesia. Penulis sendiri hadir pada acara peluncuran tersebut sebagai tim pengembang aplikasi KHGT. Sebagai informasi, tim pengembang adalah sekumpulan orang dari berbagai kelompok usia berasal dari berbagai daerah yang dibentuk oleh Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membuat aplikasi mendukung KHGT. Anggota tim adalah para ahli di bidang Falak dan juga memiliki kemampuan bahasa pemrograman atau coding.
Tim Pengembang aplikasi dibentuk pasca diselenggarakannya Halaqah Nasional Ahli Hisab Muhammadiyah pada Sabtu hingga Ahad, 19-20 April 2025 lalu di Grand Rohan Yogyakarta oleh MTT PP Muhammadiyah. Tim ditugaskan membuat aplikasi untuk mendukung proses perhitungan hingga mempermudah masyarakat dalam memahami KHGT.
Dalam perjalannya, tim mampu mengembangkan aplikasi KHGT dalam 3 platform, yaitu aplikasi untuk desktop, aplikasi berbasis website, dan aplikasi berbasis mobile atau android. Salah satu yang dihasilkan oleh tim pengembang adalah “peta mati” untuk informasi awal bulan KHGT.
Secara garis besar, KHGT bagi Muhammadiyah menuntut untuk memiliki instrumen yang dapat melakukan perhitungan tingkat tinggi. Sebagai perbandingan, jika sebelum menggunakan KHGT, Muhammadiyah menggunakan Wujudul Hilal (WH) sebagai kriteria awal bulan. Namun dalam penerapannya, WH digunakan dengan cakupan wilayah Indonesia saja atau “matlak” lokal. Sedangkan KHGT, penerapan wilayahnya adalah seluruh permukaan bumi, walau ada batasan-batasan tertentu.
Anggap saja wilayah Indonesia adalah 95 derajat sampai 141 derajat Bujur Timur, dan 6 derajat Lintang Utara sampai 11 derajat Lintang Selatan. Artinya secara kasar 46 derajat bujur dan 17 derajat lintang. Sedangkan untuk KHGT, 180 derajat Bujur Timur sampai 180 derajat Bujur Barat, dan 65 derajat Lintang Selatan sampai 65 derajat Lintang Utara, dibatasi pada 65 derajat Lintang Utara maupun Selatan, karena karakter dari lintang yang lebih dari 65 derajat terlalu ekstrim dan di suatu waktu tertentu tidak mengalami siang atau tidak mengalami malam.
Kembali lagi pada WH yang lokal dan KHGT yang global, maka jika dalam perhitungan penentuan awal bulan, perlu melakukan perhitungan 4 (empat) variabel, yaitu:
- Konjungsi
- Waktu Matahari terbenam,
- Ketinggian Bulan saat Matahari terbenam, dan
- Elongasi Bulan saat Matahari terbenam
Pada WH dilakukan terhadap 782 titik (46 derajat x 17 derajat) jika perhitungan dilakukan per-1 derajat, pada praktiknya bahkan perhitungan hanya dilakukan terhadap beberapa titik penting, seperti yang ada di format maklumat, khususnya Yogyakarta yang dijadikan lokasi perhitungan atau markaz.
Sedangkan untuk KHGT, yang dihitung sekitar 46.800 titik (360 derajat x 130 derajat) dengan asumsi perhitungan dilakukan tiap 1 derajat, karena pada KHGT tidak ada satupun lokasi yang menjadi istimewa, atau semua lokasi setara. Jika dalam melakukan perhitungan WH yang berbasis pada ‘matlak’ lokal dapat dilakukan dengan cara perhitungan manual. Berbeda dengan KHGT, perhitungan terhadap seluruh permukaan bumi (sekitar 42.800 titik) wajib dilakukan. Maka untuk melakukan perhitungan pada KHGT tidak bisa lagi dilakukan dengan cara perhitungan manual, tetapi harus dilakukan dengan melibatkan teknologi terkini.
Akhirnya tim memilih bahasa pemrograman Python untuk membuat program perhitungan, didukung beberapa pustaka (library) seperti Skyfield, matplotlib, datetime, geopanda, numpy, dan Pustaka lainnya. Selain itu, pada modul perhitungan yang dibangun tim, menggunakan data ephemeris dari JPL NASA yaitu de441.bsp dengan acuan ICRF (International Celestial Reference Frame) versi 3.0. yang dibuat pada 2020, yang menyediakan data ephemeris sampai dengan 15 Maret 17.191.
Sebagai gambaran, pada awal pembangunan aplikasi, tim pengembang telah melakukan perhitungan menggunakan modul yang dikembangkan untuk tahun 1447 selama setahun (Muharam sampai akhir Zulhijah), menggunakan Komputer dengan Operating System (OS) Ubuntu 22, dengan spesifikasi prosesor intel Core i5 generasi 10, RAM 4GB, menghabiskan durasi perhitungan atau komputasi selama kurang lebih 24 jam dengan asumsi melakukan perhitungan tiap 1 derajat terhadap 42.800 titik.
Dengan KHGT ini, prinsip perhitungan yang dipilih yaitu hisab hakiki yang juga ekuivalen dengan perhitungan yang presisi dan akurasi tinggi, sehingga Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah wajib memiliki instrumen yang mampu melakukan komputasi tingkat tinggi (Hight-Performance Computing-HPC).
Secara umum, jika sebelumnya Majelis Tarjih dan Tajdid dalam menjalankan fungsinya membutuhkan referensi berupa sumber-sumber rujukan seperti al-Qur’an, kitab-kitab Hadis, dan dokumen-dokumen turats lainnya, versi cetak maupun digital, maka dengan KHGT yang telah ditetapkan melalui Munas Tarjih ke-32 di Pekalongan pada Februari 2024 dan Tanfiz Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 86/KEP/I.0/B/2025, MTT membutuhkan HPC untuk melakukan perhitungan KHGT yang akurat dan presisi.
Saat ini, di kantor MTT PP Muhammadiyah di Jl. K.H. Ahmad Dahlan sudah tersedia 1 unit komputer dengan kemampuan komputasi yang tinggi. Sebagai gambaran, untuk melakukan perhitungan 30 tahun hijriah (1447 – 1477) dengan komputer tersebut dilakukan dengan durasi komputasi 13 hari. Semoga kedepan, MTT PP Muhammadiyah dapat menghadirkan laboratorium HPC agar dapat melakukan perhitungan KHGT dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Semoga bermanfaat. (*)
