*)Oleh: Ernawati
Guru SD Muhammadiyah Kranggan-Tersono-Batang
Nusaibah binti Ka’ab adalah salah satu perempuan Muslim yang sangat dihormati dalam sejarah Islam, terutama karena perannya yang besar dalam Perang Uhud. Ia berasal dari suku Khazraj dan menjadi salah satu wanita pertama yang menerima Islam di Madinah. Nusaibah dikenal sebagai sosok yang pemberani, kuat, dan memiliki dedikasi tinggi terhadap agama Islam.
Pada Perang Uhud, Nusaibah tidak hanya ikut serta sebagai pendukung moral, tetapi juga terjun langsung ke medan pertempuran. Ia membawa perisai dan pedang untuk melindungi Nabi Muhammad SAW, serta membantu para sahabat yang terluka. Ketika situasi pertempuran semakin sulit, Nusaibah tetap teguh dan berjuang di sisi Nabi, meskipun ia juga mengalami luka-luka. Ia berperan sebagai seorang prajurit yang gagah berani dan juga sebagai penyelamat bagi para sahabat yang terluka.
Nusaibah binti Ka’ab ikut serta dalam Perang Uhud bersama suaminya, Ghaziyah bin Amru. Awalnya, ia hanya bertugas untuk menyiapkan kebutuhan logistik dan medis bersama para wanita lainnya.
Ia ikut membantu memasok air minum kepada para prajurit muslim dan mengobati mereka yang terluka. Ketika kaum muslimin dilanda kekacauan karena para pemanah di atas bukit melanggar perintah Rasulullah SAW, nyawa beliau berada dalam bahaya. Nusaibah segera mempersenjatai dirinya dan bergabung dengan pasukan lain untuk membentuk pertahanan melindungi beliau.
Ia menggunakan ikat pinggang pada perutnya hingga menderita luka-luka di sekujur tubuhnya. Dalam suatu riwayat disebutkan, Nusaibah berperang penuh dengan keberanian hingga ia tidak menghiraukan keadaan dirinya sendiri ketika membela Rasulullah SAW.
Baca juga: Perempuan Hebat, Pilar Keluarga dan Kekuatan Masyarakat
Sekurangnya ada sekitar 12 luka di tubuh Nusaibah dengan luka di bagian leher yang paling parah. Namun, hebatnya Nusaibah tidak pernah mengeluh, mengadu, ataupun bersedih sedikit pun atas segala luka yang ia rasakan.
Ketika Rasulullah SAW melihat Nusaibah terluka, beliau bersabda, “Wahai Abdullah (putra Nusaibah), balutlah luka ibumu! Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga.”
Mendengar doa Rasulullah SAW tersebut, Nusaibah tidak lagi menghiraukan segala luka yang ada di tubuhnya dan terus berperang membela Islam.
Ketika Rasulullah SAW wafat, ada beberapa kabilah yang murtad dari Islam di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab. Khalifah Abu Bakar kemudian mengambil keputusan untuk memerangi orang-orang tersebut.
Saat itu juga, bersegeralah Nusaibah mendatangi Abu Bakar dan meminta izin untuk bergabung bersama pasukan lainnya. Dalam Perang tersebut, Nusaibah mendapatkan ujian yang berat. Putranya yang bernama Habib tertawan oleh Musailamah al-Kadzab dan disiksa dengan memotong anggota tubuhnya sampai mati syahid.
Pada perang Yamamah, Nusaibah dan putranya, Abdullah, juga ikut memerangi Musailamah hingga tewas di tangan mereka berdua. Beberapa tahun usai Perang Yamamah, Nusaibah dinyatakan wafat.
Itulah sepenggal kisah Nusaibah binti Ka’ab yang pernah terlibat sebagai pasukan perang wanita dan dijuluki Sang Perisai Rasulullah SAW. Semoga umat muslim dan muslimah dapat memetik hikmah dari perjuangan beliau dalam berjihad membela Islam di jalan Allah SWT.
Pelajaran yang Bisa Diambil oleh Wanita dari Kisah Nusaibah
- Kekuatan dan Keteguhan Hati: Nusaibah mengajarkan kepada kita bahwa wanita harus memiliki kekuatan hati, keberanian, dan keteguhan dalam menjalani kehidupan, baik di dalam keluarga maupun di luar keluarga. Dia tidak pernah takut untuk mengambil peran penting dalam perjuangan Islam meskipun dia seorang wanita.
- Peran Aktif dalam Jihad: Nusaibah menunjukkan bahwa jihad tidak terbatas hanya pada laki-laki. Perempuan juga dapat berpartisipasi aktif dalam perjuangan, baik di medan perang, dakwah, maupun dalam mendukung perjuangan Islam dengan cara yang sesuai dengan kemampuan mereka.
- Menjaga Keseimbangan: Walaupun ia seorang pejuang, Nusaibah juga seorang ibu dan istri yang setia. Kisahnya mengajarkan bahwa wanita bisa menyeimbangkan berbagai peran penting dalam kehidupan, tanpa harus meninggalkan kewajiban keluarga maupun kontribusi sosial.
- Pengorbanan dan Keikhlasan: Seperti yang Nusaibah tunjukkan di medan perang, ia rela mengorbankan dirinya demi kebaikan umat dan agamanya. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya keikhlasan dalam beramal, berjuang untuk kebaikan tanpa mengharap imbalan.
Bentuk Jihad yang Paling Relevan untuk Wanita Saat Ini
- Jihad dalam Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan: Seiring dengan perkembangan zaman, jihad bagi wanita dapat berupa perjuangan untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya. Wanita zaman sekarang bisa berperan sebagai pendidik, intelektual, dan penyebar pengetahuan yang bermanfaat untuk umat.
- Jihad dalam Menjaga Keluarga dan Generasi: Menjaga keluarga adalah jihad besar dalam Islam, apalagi di era modern ini, dimana tantangan dalam mendidik anak-anak dan menjaga keharmonisan keluarga semakin kompleks. Wanita dapat berperan dalam membangun generasi yang kuat, berakhlak mulia, dan berilmu, yang menjadi fondasi kemajuan umat Islam.
- Jihad dalam Dakwah dan Kebaikan Sosial: Wanita bisa berperan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam dan memberikan kontribusi pada masyarakat. Ini bisa dilakukan melalui kegiatan sosial, dakwah, atau membantu orang yang membutuhkan. Seperti Nusaibah yang berjuang bersama Nabi, wanita masa kini bisa membantu umat dengan cara-cara yang relevan dengan zaman sekarang, seperti menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan kebaikan.
- Jihad dalam Menegakkan Keadilan dan Kesetaraan: Wanita juga bisa berperan dalam perjuangan untuk menegakkan hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak wanita itu sendiri. Melalui aktivitas di dunia kerja, hukum, dan politik, wanita bisa berjuang untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
- Jihad dalam Menjaga Kehormatan Diri: Wanita juga bisa berjuang untuk menjaga kehormatan dan harga diri, dengan menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan menjadi teladan dalam kesopanan, akhlak, dan keberanian dalam menjalani hidup dengan prinsip yang kuat.
Dengan memaknai jihad sebagai perjuangan untuk kebaikan dalam berbagai bentuk, setiap wanita dapat menemukan jalan jihad yang sesuai dengan potensinya, serta memberikan dampak positif bagi diri, keluarga, dan umat Islam secara keseluruhan. (*)
Referensi:
Detik.com, Berliana Intan Maharani, Kisah Nusaibah binti Ka’ab, Pasukan Perang Wanita Sang Perisai Rasulullah