Pernahkah kita merasa ada suara halus di dalam hati yang mendorong untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya kita tahu salah? Entah itu dorongan marah yang tiba-tiba meledak hanya karena hal sepele, atau rasa putus asa yang membuat kita ingin menyerah. Dalam Islam, bisikan seperti ini disebut waswas setan.
Al-Qur’an mengingatkan: “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuhmu” (QS. Fathir: 6). Pesan ini tegas, karena musuh terbesar kita seringkali bukan orang lain, melainkan suara gelap yang datang tanpa diundang.
Jika dilihat dari kacamata psikologi, bisikan setan bisa disamakan dengan distorsi kognitif: pikiran otomatis yang negatif dan tidak realistis. Contohnya, “Saya tidak berharga”, “Lebih baik menyerah saja”, atau “Semua orang membenciku”. Pikiran semacam ini dapat menimbulkan stres, kecemasan, bahkan depresi jika dibiarkan berlarut. Psikologi menyebutnya negative self-talk, sementara agama menyebutnya waswas. Dua istilah berbeda, namun sama-sama mengajarkan bahwa manusia harus waspada terhadap arus pikiran yang menjerumuskan.
Setan juga bekerja dengan cara memperbesar emosi. Nabi ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya marah itu dari setan” (HR. Ahmad).
Lihat saja di sekitar kita: betapa seringnya pertengkaran di jalan terjadi hanya karena masalah parkir atau senggolan kecil. Di dunia maya pun begitu; komentar kasar kadang lebih cepat keluar daripada ucapan baik. Dari hal sederhana, setan meniupkan bensin pada api kecil, lalu berubah jadi kebakaran besar yang merusak hubungan, padahal bisa padam dengan sejuknya sabar.
Namun, Islam tidak membiarkan manusia tanpa senjata. Kita diajarkan untuk melawan bisikan setan dengan dzikir, salat, membaca Al-Qur’an, dan berdoa memohon perlindungan. Rasulullah ﷺ mengajarkan membaca A’udzu billahi minasy-syaitanir-rajim saat godaan datang.
Dari sisi psikologi, ini mirip dengan coping strategy: melatih kesadaran, mengganti pikiran negatif dengan afirmasi positif, dan menenangkan diri sebelum mengambil keputusan. Dengan iman dan pengendalian diri, manusia bisa melawan arus yang mencoba menenggelamkannya.
Akhirnya, teori setan memberi kita refleksi: musuh sejati bukan hanya yang terlihat di luar, tetapi juga yang berbisik di dalam. Godaan tidak bisa memaksa kecuali kita beri ruang. Maka ketika pikiran negatif datang, kita punya dua pilihan: tunduk pada bisikan gelap, atau berdiri tegak dengan iman, akal sehat, dan dukungan sosial.
Kehidupan sehari-hari penuh dengan ujian kecil—iri pada tetangga yang lebih sukses, godaan curang di kantor, atau rasa malas ibadah. Jawaban kita terhadap bisikan itulah yang akan menentukan: apakah kita berjalan dalam kegelapan, atau tetap setia di jalan cahaya.
