TikTok, Pasar Ngasem, dan Pelajaran Berharga bagi Marketing Rumah Sakit

TikTok, Pasar Ngasem, dan Pelajaran Berharga bagi Marketing Rumah Sakit
*) Oleh : Rudi Utomo, S.KM., M.Kes
Marketing Jaringan RS Muhammadiyah/Aisyiyah se-Jawa Timur
www.majelistabligh.id -

Beberapa hari lalu, saya bersama istri dan dua anak memutuskan kembali ke Yogyakarta untuk berlibur.

Bukan tanpa alasan. Meski ini bukan kali pertama kami ke Jogja, kota ini selalu punya magnet tersendiri—seolah menyimpan rindu yang tak pernah habis.

Atmosfernya yang hangat, tradisi yang terjaga, serta ragam kuliner yang menggoda, membuat Jogja tak pernah kehilangan daya tarik.

Dalam perjalanan wisata kami, kami menyempatkan berkunjung ke Pasar Ngasem, sebuah pasar tradisional yang beberapa bulan terakhir viral di TikTok.

Sekitar pukul 07.30 pagi kami tiba, dan suasananya benar-benar luar biasa. Pengunjung memadati area pasar, antre di setiap lapak makanan.

Ada gudeg hangat, jenang Jogja, bikang panas yang baru keluar dari cetakan, serta puluhan jenis jajanan pasar lainnya yang memikat.

Pengalaman ini membuat saya merenung: TikTok, sebagai platform media sosial berbasis video pendek, benar-benar punya kekuatan luar biasa dalam membentuk perilaku konsumen.

Video sederhana berdurasi kurang dari satu menit bisa menarik ribuan, bahkan jutaan orang untuk datang, membeli, dan membagikan ulang pengalaman mereka.

Inilah kekuatan user-generated content—konten yang dibuat langsung oleh konsumen, bersifat otentik, emosional, dan relatable.

Dari sisi strategi pemasaran, ini adalah bentuk promosi paling organik dan berdampak. Soft selling yang tidak terasa seperti iklan, tapi justru lebih meyakinkan karena datang dari pengalaman nyata. Namun, apakah strategi ini berumur panjang atau hanya sesaat?

Jawabannya: tergantung pada konsistensi pengalaman. Viralitas adalah pintu masuk, tetapi kualitas layanan, suasana, dan inovasi adalah penentu keberlanjutan.

Jika pelaku usaha di Pasar Ngasem mampu menjaga kualitas rasa, kebersihan, dan pelayanan, serta tetap menghadirkan suasana yang “layak diviralkan”, maka eksistensi mereka bisa bertahan lama.

Sebagai praktisi marketing perumahsakitan, saya melihat peluang besar untuk mengadaptasi strategi ini ke dunia layanan kesehatan.

Rumah sakit dan klinik bisa membangun brand experience yang positif melalui media sosial—bukan dengan menampilkan sisi medis semata, tetapi dengan mengangkat cerita nyata pasien, testimoni, aktivitas edukatif, human touch para tenaga kesehatan, atau suasana nyaman di ruang tunggu dan rawat.

Dengan pendekatan konten yang autentik, humanis, dan relevan, rumah sakit dapat membentuk persepsi positif di benak masyarakat.

TikTok dan platform sejenis bisa menjadi alat untuk menumbuhkan kepercayaan, memperluas jangkauan, dan memberikan kesan yang membekas.

Sebab, dalam dunia pelayanan—termasuk kesehatan—pengalaman baik adalah modal utama untuk dikabarkan, dibagikan, dan diingat.

Seperti Pasar Ngasem, rumah sakit pun bisa menjadi tujuan yang menyenangkan jika dikelola dengan hati dan strategi digital yang tepat. (*)

Tinggalkan Balasan

Search