Sesi Ketiga Sekolah Tarjih MTT PWM Jawa Timur, Sabtu (30/8/2025) dibuka dengan materi “Ulama dalam Perspektif Muhammadiyah” yang disampaikan oleh Dr. M. Nurul Humaidi, MA.
Materi ini mengupas makna ulama menurut Muhammadiyah, perbedaannya dengan istilah kiai, cendekiawan, dan intelektual, serta kebutuhan kaderisasi ulama di tubuh persyarikatan.
Dr. Nurul Humaidi menguraikan bahwa istilah ulama dalam Muhammadiyah tidak sekadar merujuk pada pemuka agama, tetapi juga mencakup ilmuwan, intelektual, dan cendekiawan yang berperan aktif dalam pemikiran keislaman.
“Muhammadiyah menghendaki lahirnya ulama yang intelek, dan intelek yang ulama. Artinya, mereka harus kuat secara keilmuan sekaligus berkomitmen pada dakwah persyarikatan,” paparnya.
Ia membedakan antara ilmuwan, intelektual, dan cendekiawan. Ilmuwan berfokus pada penelitian ilmiah, intelektual berperan dalam diskursus sosial, sementara cendekiawan menggabungkan keduanya dengan nilai moral dan kemanusiaan. Dalam perspektif Muhammadiyah, ketiganya bersatu dalam sosok ulama.
Mengutip pandangan KH. Ahmad Dahlan, Dr. Nurul menekankan pentingnya ulama Muhammadiyah untuk terus berkemajuan.
“Dadiyo kyai sing kemajuan, lan aja kesel nyambut gawe kanggo Muhammadiyah,” ujarnya, mengutip pesan pendiri Muhammadiyah tersebut.
Ia juga menyinggung kritik yang pernah dilontarkan Prof. Dr. Abdul Mukti Ali dalam Muktamar Muhammadiyah ke-39 di Padang tentang kelangkaan ulama Muhammadiyah, serta pendapat Dr. Anwar Abbas yang menilai Muhammadiyah memiliki banyak ulama tetapi tidak banyak kiai. Hal ini menunjukkan perlunya kaderisasi ulama tarjih yang sistematis.
Dr. Nurul menambahkan bahwa ulama Muhammadiyah idealnya menguasai tiga model ijtihad: Bayani (teks wahyu), Burhani (rasional-empiris), dan Irfani (intuisi spiritual). Dengan ketiganya, ulama Muhammadiyah dapat menjawab kebutuhan fikih kontemporer, seperti fikih lingkungan, fikih kebencanaan, dan isu-isu baru dalam kehidupan modern.
Sesi ini menegaskan urgensi melahirkan ulama Muhammadiyah yang tidak hanya alim dalam teks, tetapi juga peka terhadap problem sosial. Setelah diskusi interaktif dengan peserta, acara berlanjut pada materi kedua mengenai Prinsip dan Metode Manhaj Tarjih Muhammadiyah. (saiful hamzah)
