Di era ketika kesadaran lingkungan semakin meningkat, tren fesyen turut berevolusi. Kebutuhan akan produk ramah lingkungan menjadi pemicu utama lahirnya berbagai inovasi, salah satunya teknik Ecoprint—cara mencetak motif dari bahan alami langsung ke media seperti kain atau kulit.
Melihat potensi besar tersebut, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melalui Program Studi Peternakan menggelar pelatihan bertajuk “Ecoprint Training: The Art of Nature.” Kegiatan ini menyasar siswa dan guru pendamping dari berbagai SMA di kota dan kabupaten sekitar, seperti Batu, Malang, hingga Pasuruan.
Pelatihan ini dipandu langsung oleh pakar di bidangnya, Prof. Dr. Ir. Wehandaka Pancapalaga, M.Kes., IPM. Ia menjelaskan bahwa pelatihan ini bertujuan memberikan keterampilan menciptakan syal bermotif alami dengan menggabungkan seni, kreativitas, dan kepedulian lingkungan.
“Tujuannya untuk membekali peserta dengan keterampilan membuat syal bermotif alami menggunakan teknik Ecoprint, menggabungkan seni, kreativitas, dan keberlanjutan lingkungan,” terangnya.

Menurut Prof. Wehandaka, teknik Ecoprint menjawab kebutuhan tren fesyen berkelanjutan. Setiap motif yang dihasilkan bersifat unik dan tidak dapat diduplikasi sepenuhnya. Lebih dari itu, metode ini membuka peluang pasar yang luas—baik untuk penggunaan pribadi maupun komersial.
Dalam pelatihan tersebut, peserta tak hanya dikenalkan pada teknik dasar, tetapi juga diajarkan memilih bahan alami yang tepat, menciptakan karya berkualitas tinggi, hingga diberi dorongan untuk mengembangkan usaha kreatif berbasis Ecoprint.
“Tanaman dengan aroma tajam atau yang meninggalkan warna saat digosok adalah indikasi kuat sebagai pewarna alami yang bisa digunakan,” jelasnya.
Ia juga menambahkan pentingnya peran mordan, zat pengikat warna, agar hasil cetakan tidak mudah luntur.
“Keberhasilan pewarnaan alami pada syal salah satunya ditentukan oleh ketepatan jenis mordan dan proses mordanting yang dipilih,” tambahnya.
Antusiasme peserta tampak jelas, salah satunya ditunjukkan oleh Qorinah Isimah Ramadhani, siswi kelas 10 SMAN 1 Batu. Ia mengaku sangat tertarik mengikuti pelatihan ini, terutama karena pernah gagal dalam proyek Ecoprint saat duduk di bangku SMP.
“Kegiatannya seru dan menyenangkan. Dulu aku pernah coba metode palu, tapi sekarang dikenalkan metode dikukus yang ternyata hasilnya lebih rapi dan menarik,” ujar gadis yang akrab disapa Rinrin.
Baginya, bagian paling menyenangkan adalah saat menyusun daun karena benar-benar mencerminkan imajinasi.
“Aku paling suka bagian menyusun daunnya karena benar-benar sesuai imajinasi,” tambahnya.
Namun demikian, Rinrin juga menyebut bahwa proses menyusun daun justru menjadi tantangan tersendiri karena membutuhkan kreativitas tinggi agar susunan terlihat estetis.
“Harus mutar otak supaya susunan daunnya menarik,” ujarnya.
Meskipun begitu, semangatnya tidak berkurang sedikit pun. Menurutnya, pelatihan ini sangat bermanfaat, mulai dari menambah keterampilan hingga mendorong upaya pelestarian lingkungan.
“Manfaatnya besar. Pertama, bisa nambah skill untuk memanfaatkan barang-barang di sekitar. Kedua, ini bentuk kontribusi untuk melestarikan alam karena mengurangi penggunaan pewarna sintetis,” tutup Rinrin. (*/tim)
