*) Oleh: Ubaidillah Ichsan, S.Pd
Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) PDM Jombang
“In front of Baitullah, we feel very small and helpless before the power of Allah SWT.”
(Di hadapan Baitullah, kita merasa sangat kecil dan tak berdaya di hadapan kekuasaan Allah SWT)
Dalam Islam, umrah dan haji adalah dua di antara rukun Islam yang terpenting untuk dilakukan oleh setiap umat muslim sekali dalam hidupnya jika mampu.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah …(QS. Al-Baqarah:196)
Ayat ini menunjukkan bahwa umrah dan haji adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan menunjukkan rasa syukur atas nikmat-Nya.
Kita patut bersyukur menyaksikan kaum Muslim di Indonesia yang berziarah ke Tanah suci dewasa ini semakin meningkat.
Peningkatan yang menggembirakan itu tentunya harus diiringi dengan suatu upaya penggalian untuk menangkap makna dan relevansi ziarah tersebut secara substansial.
Ziarah religius “umrah dan haji” itu tidak hanya berupa ritual ibadah yang semata-mata hanya untuk menjalankan perintah dan memperoleh rida Allah, melainkan lebih dari itu.
Yaitu, napak tilas perjalanan hamba-hamba Allah yang suci. Nabi Ibrahim, Hajar dan Nabi Ismail, yang peristiwanya sangat historis, dan karenanya banyak memberi pelajaran bagi kaum yang mengetahui dan memperhatikannya.
Allah SWT berfirman:
وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (QS. Al-Baqarah:125)
Oleh karena itu sangat wajar bila ibadah umrah dan haji dikategorikan jenis Ibadah yang paling sempurna.
Sebab ia tidak hanya bisa dilakukan dengan hati tulus-ikhlas, melainkan dengan menyertakan pula pikiran, kekuatan fisik dan kekayaan material.
Lebih dari itu, bahwa ziarah haji dan umrah itu bisa dikatakan mabrur bila orang yang melakukannya, sepulangnya menunjukkan komitmen dan solidaritas sosial yang tinggi.
Maka ibadah tersebut bisa dinilai baik dan mabrur bila secara sosial bermanfaat bagi sesama manusia.
Semoga bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News