Alquran adalah sumber utama untuk memahami dan mengamalkan Islam. Alquran menjadi sumber keyakinan, pengetahuan, hukum, norma, moral dan inspirasi sepanjang zaman.
Sunah Rasul adalah sumber kedua setelah Alquran, yang menggambarkan diri Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang harus dicontoh.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW merupakan contoh jelas dari isi Alquran dalam kehidupan nyata.
Dalam memahami dua sumber tersebut perlu melakukan ijtihad. Dalam Muhammadiyah, ijtihad (mengerahkan pikiran) merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami atau memaknai Alquran dan Sunah.
Ijtihad dihidupkan melalui pemanfaatan akal murni, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Penggunaan akal dapat membantu kita melahirkan pemahaman agama yang sesuai dengan tujuan agama dan pemecahan problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia.
Ijtihad di Muhammadiyah dilakukan dengan akal murni, akal yang tidak diikuti dengan kepentingan-kepentingan di luar kebenaran.
Sehingga penggunaan akal itu adalah untuk mendapatkan kebenaran tanpa kepentingan (pribadi).
Pada hakikatnya, kata akal (dari kata ‘aqala) telah digunakan oleh orang Arab dahulu, setidaknya mereka gunakan kata tersebut ketika hendak mengikat unta mereka.
Dalam perkembangannya, akal digunakan untuk mengikat kebenaran dan memilah mana yang menjadi prioritas, maslahat, adil, kebaikan, dan lain-lain.
Lebih dari itu, bahwa akal merupakan wahana yang sangat penting dalam memahami ajaran, dan karena itu pemahaman agama tanpa melibatkan akal akan melahirkan dogmatisme yang memperkecil keunggulan ajaran agama.
Semakin tinggi akal dan luas ilmu pengetahuan yang digunakan, akan semakin kaya makna yang dapat diambil dari Alquran dan Sunah. (*)
(Disarikan dari ceramah Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammaiyah Hamim Ilyas dalam Sosialisasi Hasil Hisab Muhammadiyah Untuk 1 Syawal Dan 1 Zulhijah 1444 H, 15 April 2023).