Dalil hisab sebagai metode penentuan awal bulan terdapat dalam QS. ar-Rahman ayat 5.
Ayat ini tidak sekedar memberi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan bulan.
Menghitung gerak matahari dan bulan sangat berguna untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Termaktubnya istilah hisab di dalam Alquran mendorong para ulama untuk menggunakan metode ini dalam penentuan awal bulan.
Selain itu, dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar terdapat frasa “faqduru lahu” yang artinya: “Maka kadarkanlah. Dari beberapa penafsiran yang ada, salah satunya adalah “fahsibu lahu”, yang berarti: maka lakukanlah perhitungan.”
Penafsiran seperti ini antara lain dipegangi oleh beberapa ulama besar seperti Mutharrif bin Abdillah asy-Syikhr seorang pembesar tabiin, Ibn Suraij dari Mazhab Syafii, dan Ibn Qutaibah.
Dalam acara Sosialisasi Hasil Hisab Muhammadiyah Untuk 1 Syawal dan 1 Zulhijah 1444 H pada Sabtu (15/04), pakar falak Muhammadiyah Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar membeberkan daftar ulama baik klasik hingga kontemporer yang mendukung penggunaan hisab, di antaranya:
Ulama Klasik
- Mutharrif bin Abdillah (w. 78 H/697 M)
2. Ibn Qutaibah (w. 276 H/889 M)
3. Ibn Suraij (w. 306 H/918 M)
4. Ibn Daqiq al-‘Id (w. 702 H/1302 M)
5. Taqiyyuddin as-Subki (w. 756 H/1355 M)
6. Al-Qalyubi (w. 1069 H/1658 M)
7. Asy-Syarwani (w. 1301 H/1883 M)
8. Al-‘Ubbadi (w. 994 H/1585 M)
Ulama Kontemporer
- Ahmad Muhammad Syakir (w. 1377 H/1958 M)
- Muhammad Rasyid Ridha (w. 1354 H/1935 M)
- Thanthawi Jauhari (w. 1358 H/1938 M)
- Yusuf al-Qaradhawi (w. 2022 M)
- Ali Jum’ah (l. 1952 M)
Daftar para ulama pendukung hisab di atas dapat dijadikan sebagai bukti bahwa penggunaan rukyat belum sepenuhnya ijmak di antara para ulama.
Klaim bahwa telah terjadi ijmak di antara para ulama tertolak karena satu alasan, yaitu terdapat sederetan nama ulama, baik dari periode salaf (klasik) maupun khalaf (modern), yang menyatakan dukungan kepada hisab. (*)
Sumber: muhammadiyah.or.id