Kekafiran mengajak kepada nalar kandas dan hati cadas. Dikatakan nalar kandas karena tidak mampu menganalisa fenomena ilahiyah yang nampak.
Hati cadas, karena keras menolak terhadap fenomena yang menyentuh jiwa. Islam mengajak manusia untuk menjadikan akal bernalar sehat dan hati melembut ketika mendapatkan sentuhan ayat-ayat Allah.
Kekafiran dan Nalar Mandul
Kekafiran bukan hanya menutup mata atas kebenaran tetapi mendisfungsi nalar sehat manusia.
Kebenaran adanya hari kebangkitan ditolak total karena tidak masuk dalam logika nalarnya. Padahal Alquran menghadirkan fenomena lahirnya manusia di dunia yang bisa dijelaskan secara secara ilmiah.
Hal ini dijelaskan Allah sebagaimana firman-Nya:
وَا للّٰهُ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَا بٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَـكُمْ اَزْوَا جًا ۗ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ اُنْثٰى وَلَا تَضَعُ اِلَّا بِعِلْمِهٖ ۗ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖۤ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ ۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Fatir : 11)
Manusia yang cerdas nalarnya, akan menerima hari kebangkitan dan hal itu sangat mudah bagi Allah.
Menghadirkan manusia yang sebelumnya tidak ada, bagi Allah sangat mudah, apalagi menghadirkan sesuatu yang sebelumnya sudah ada.
Tentu bukan hal mustahil. Tulang belulang dan daging manusia bisa dikumpulkan kembali karena bahannya ada.
Sementara air mani sebagai bahan dasar manusia sebelumnya tidak ada. Sekali lagi bagi Allah hal ini sangat mudah menghadirkannya.
Bagi Allah, sangat ringan membangkitkan manusia untuk meminta pertanggungjawabannya.
Bumi yang tandus, bisa dihidupkan kembali dengan air hujan, sehingga bisa menumbuhkan tanaman dan buah-buahan. Hal ini bagi Allah sangat mudah, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
وَا للّٰهُ الَّذِيْۤ اَرْسَلَ الرِّيٰحَ فَتُثِيْرُ سَحَا بًا فَسُقْنٰهُ اِلٰى بَلَدٍ مَّيِّتٍ فَاَ حْيَيْنَا بِهِ الْاَ رْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۗ كَذٰلِكَ النُّشُوْرُ
“Dan Allah lah yang mengirimkan angin, lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering). Seperti itulah kebangkitan itu.” (QS. Fatir: 9)
Namun ketika nalar sudah kandas dan hati cadas, maka apapun yang dihadirkan akan ditolaknya.
Para nabi dan rasul merupakan contoh empiris di mana ketika menyampaikan risalah-Nya, orang-orang yang nalar dan hatinya tak fungsi dengan normal, selalu menolak apa yang disampaikan para rasul.
Bahkan berbagai mukjizat dihadirkan sebagaimana permintaan mereka pun, tetap saja ditolaknya. Bahkan mereka menuduh para rasul sebagai sihir.
Ayat-ayat Allah hanya diterima oleh nalar dan hati yang sehat, sehingga apa pun yang disampaikan para rasul diterimanya dengan lapang dada. (*)
Penulis: Dr. SLAMET MULIONO REDJOSARI, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur