Jaminan Hidup
Umumnya manusia menuntut jaminan kehidupan ketika dibebankan kewajiban kepadanya. Mereka menginginkan keberlangsungan hidupnya dengan terpenuhi kebutuhannya.
Namun dalam membebani amanah kepada manusia, Allah memastikan hidupnya terjamin. Allah memerintahkan kepada pengikut Nabi Musa berpegang teguh pada Taurat, juga kepada umat Nabi Isa dan Nabi Muhammad untuk berpegang teguh pada agama ini, serta memastikan rezeki akan turun dari langit dan memancar dari bumi.
Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَلَوْ اَنَّهُمْ اَقَا مُوا التَّوْرٰٮةَ وَا لْاِ نْجِيْلَ وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْهِمْ مِّنْ رَّبِّهِمْ لَاَ كَلُوْا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ اَرْجُلِهِمْ ۗ مِنْهُمْ اُمَّةٌ مُّقْتَصِدَةٌ ۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ سَآءَ مَا يَعْمَلُوْنَ
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada sekelompok yang jujur dan taat. Dan banyak di antara mereka sangat buruk apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Ma’idah : 66)
Allah menjamin akan mencukupi kebutuhan hidup manusia yang menegakkan agamanya dengan bersungguh-sungguh.
Jaminan itu diturunkan dari langit maupun dari dasar bumi. Rejeki dari langit berupa air hujan.
Air hujan itu turun ke bumi hingga bisa menghidupkan tanah yang tadinya kering. Tanah itu bisa menumbuhkan berbagai pohon, dan menghasilkan tanaman dengan berbagai buah.
Adapun rezeki yang memancar dari bumi, berupa melimpahnya minyak bumi, barang-barang tambang seperti batu bara, emas dan berbagai kekayaan yang berlimpah.
Dengan melimpahnya barang-barang berharga ini membuat manusia berlimpah harta.
Atas berita gembira ini, kebanyakan manusia justru bersikap ingkar.
Bukannya menegakkan agama yang diturunkan Allah kepadanya. Mereka justru menentang tegaknya hukum yang diturunkan Allah.
Padahal Allah sebagai Pencipta dan Pemberi rejeki menjamin keselamatan mereka. Bahkan Allah menjamin hidupnya secara berkecukupan tanpa kekurangan.
Itulah balasan buruk yang dilakukan manusia terhadap Tuhannya. Mereka menolak menegakkan hukum Tuhan.
Mereka sudah tidak lagi memfungsikan nalar sehatnya untuk mengakui kebesaran Allah, tetapi justru menjaga kekerdilan nalar akal dan keangkuhan hatinya.
Sudah selayaknya manusia memenuhi seruan berbuat baik dengan menegakkan agama, tetapi kebanyakan manusia menampakkan kejahatan terhadap Tuhannya.
Oleh karenanya, kehinaan akan dipanen, keberagamaannya dinilai nihil. Hal ini disebabkan berani membangkang perintah Tuhannya. (*)
Surabaya, 18 Maret 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News