Praktik dan kepercayaan dan sebagainya akan mulai tercampur dan anak-anak tidak akan tahu apa yang harus diikuti, apakah agama ayah atau bukan agama ibunya.
Ketika membaca tafsir Al-Qur`an, kita bisa melihat bagaimana ulama klasik tidak memahami ayat ini secara literal. Ini hanya dimaksudkan untuk menunjukkan kepada kita kengerian seseorang yang melakukan zina.
Tindakan ini tidak bisa diterima. Ini sangat buruk sehingga kita bahkan tidak ingin menikahkan mereka di kalangan umat Islam atau masyarakat Muslim.
Pada akhirnya masyarakat Muslim menikahkan mereka dalam masyarakat Muslim karena umat ingin pelaku zina ini berubah.
Cara terbaik untuk membuat mereka berubah bukanlah dengan menikahkan mereka dengan sesama pezina yang lain sehingga mereka terus berzina meskipun sudah menikah.
Tapi umat menikahkan mereka dengan orang-orang baik agar orang baik itu bisa membantunya menjadi Muslim yang baik. Mereka yang suka sekali mengambil sesuatu secara literal, tetapi makna literal menjadi runtuh pada ayat seperti ini.
Kita bisa lihat satu contoh lagi. Ini tentang menuliskan kontrak, ditemukan dalam surah Al Baqarah ayat 282. Ini adalah ayat terpanjang di dalam Al-Qur`an.
Ayat ini berbicara tentang pinjaman dan mengatakan bahwa ketika Anda membuat perjanjian pinjaman antara dua orang, maka Anda harus menuliskannya dan banyak perincian ketika menuliskannya. Tetapi perintah untuk menuliskannya ada dalam bentuk perintah.
Secara harfiah orang bisa saja berkata ini berarti Anda harus menuliskannya, tetapi apakah itu benar-benar bermakna Anda tidak dapat memiliki perjanjian pinjaman tanpa menuliskannya? Nyatanya tidak.
Seorang mufasir bernama Al-Qurthubi, seorang ulama besar dari Abad Pertengahan, mengatakan bahwa ayat ini adalah anjuran, bukan perintah. Lalu bagaimana kita bisa memahami anjuran ini tetapi diberikan dalam bentuk perintah?