Haedar Nashir Singgung Silaturahmi Syawalan, Tradisi Baik Bangsa Indonesia
Haedar Nashir menghadiri Syawalan 1445 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ. foto: ist
UM Surabaya

Pasca Lebaran, umat Muslim perlu terus membangun komunikasi silaturahmi untuk kemajuan umat dan bangsa.

Hal itu ditegaskan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir dalam Syawalan 1445 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rabu (24/4/2024).

“Silaturahmi Syawalan sudah menjadi tradisi baik di lingkungan keluarga besar bangsa Indonesia. Banyak hal yang bersifat maknawi dalam silaturahmi yang bisa diproyeksikan, bukan hanya dalam lingkup yang terbatas pribadi, dan keluarga tetapi juga antar golongan, kehidupan antar komponen bangsa, bahkan dalam relasi antar bangsa,” ujar dia.

Haedar juga mengatakan, dalam membangun hubungan silaturahmi bukan hanya sekadar membangun hubungan yang sudah ada lalu disambung kembali, tetapi jika ada yang terputus.

Wajar dalam suatu hubungan yang kemudian lewat silaturahmi ini muncul spirit bersama, selain memupuk hubungan yang baik, tetapi juga jika ada yang terputus kemudian disambung kembali.

“Sebagaimana pesan nabi Laysa Al-Wasilu bil mukafi, walakinna Al-Wasil alladzi idza qatha’at rahimuhu wa shalaha. Orang yang menyambung silaturahmi bukan yang sekadar membalas, Al-Wasil yang sesungguhnya adalah orang yang apabila diputus silaturahmi kepadanya ia menyambungnya,” tutur Haedar.

Selain itu, dia juga menyampaikan bahwa dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena ada atau tidak adanya Pemilu selalu ada dinamika perbedaan dalam pilihan politik.

“Itu niscaya bukan lagi realitas,” cetus Haedar.

Karena adanya demokrasi maka munculnya aspirasi politik. Sehingga, bangsa dan warga bangsa yang dewasa harus cerdas menyikapi perbedaan, dan tidak kemudian berpecah dan mengawetkan perbedaan itu untuk terus jadi duri dalam persatuan dan ukhuwah sebagai bangsa.

“Kuncinya ada di hati kita, maka silaturahmi ini melonggarkan hati kita, kemudian juga memberi makna terdalam suasana hati dan rasa kita ketika ada perbedaan mari bangun kedewasaan untuk menikmati perbedaan itu demi menjalin kebersamaan,” jelas Haedar. (wh)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini