An Nu’man bin Salim mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan salat sunah dua belas rakaat dalam sehari sejak aku mendengar hadis tersebut dari ‘Amr bin Aws.”[5]
Yang dimaksudkan dengan salat sunah dua belas rakaat dalam sehari dijelaskan dalam riwayat At Tirmidzi, dari ‘Aisyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barangsiapa merutinkan salat sunah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas raka’at tersebut adalah empat rakaat sebelum zuhur, dua rakaat sesudah zuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum subuh.”[6]
Hadis di atas menunjukkan dianjurkannya merutinkan salat sunah rawatib sebanyak 12 raka’at setiap harinya.[7]
Dua belas raka’at rawatib yang dianjurkan untuk dijaga adalah: [1] empat rakaat [8] sebelum zuhur, [2] dua rakaat sesudah zuhur, [3] dua rakaat sesudah maghrib, [4] dua rakaat sesudah isya’, [5] dua rakaat sebelum subuh.
Salat Qobliyah Subuh Jangan Sampai Ditinggalkan
Salat sunah qobliyah subuh atau salat sunah fajr memiliki keutamaan sangat luar biasa. Di antaranya disebutkan dalam hadis Aisyah:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat sunah fajar (qobliyah subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.”[9]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat melakukan salat ini, sampai-sampai ketika safar pun beliau terus merutinkannya.
‘Aisyah mengatakan:
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memiliki perhatian yang luar biasa untuk salat sunah selain salat sunah fajar.”[10]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqoshor salat fardu dan beliau tidak mengerjakan salat sunah rawatib qobliyah dan ba’diyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunah witir dan salat sunah qabliyah subuh. Beliau tidak pernah meninggalkan kedua salat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.”[11]