Ia memaparkan bagaimana Muhammadiyah dan NU memiliki peran yang sangat penting dari sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, hingga hari ini. Kondisi Indonesia tidak terbayangkan jika tidak ada Muhammadiyah dan NU.
“Saya kira kita harus bersyukur punya NU dan Muhammadiyah dan organisasi-organisasi keagamaan yang lain. Dan kita perlu bersyukur punya sosok Pak Haedar yang memiliki pemikiran dan keteladanan luar biasa bukan hanya untuk Muhammadiyah dan NU, tetapi untuk umat muslim di Indonesia,” tutupnya.
Muhammadiyah Salafi (Musa), Benalu dalam Persyarikatan
Sebelumnya, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Syafiq Mughni dalam sebuah diskusi yang dirilis melalui Web Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) lebih awal telah memberikan warning keras akan munculnya berbagai varian baru dalam tubuh organisasi yang didirikan oleh Kyai Dahlan. Gerakan ini terindikasi kuat menjadi benalu dalam persyarikatan.
Dalam berbagai varian yang Ia uraikan, varian yang paling dirasakan dampak negatif adalah gerakan kelompok yang menamakan diri sebagai Salafi.
Kelompok ini menjadi salah satu yang belakangan marak, menyeruak masuk hingga ke jantung dakwah Persyarikatan Muhammadiyah. Kelompok ini Ia sebut sebagai Muhammadiyah Salafi ( Musa).
Tidak jarang, varian ini justru menjadi benalu jika tidak segera “ditertibkan”, akan terus menggerogoti langkah dakwah Muhammadiyah.