Lebih lanjut, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ini menguraikan, Musa itu wujudnya lama tapi diberi nama baru. Mereka adalah warga Muhammadiyah yang berpaham Salafi, sebagaimana yang dikenal di Indonesia.
Sesungguhnya kaum Salafi itu sendiri punya banyak varian. Ada Salafi Jihadi, Salafi Haraki, Salafi Moderat, dan Salafi lainnya. Musa itu tampaknya digunakan untuk menamai mereka yang hanya punya loyalitas separuh terhadap Muhammadiyah.
Fisiknya di Muhammadiyah tapi jiwanya di tempat lain. Kerjanya di AUM tapi pengajiannya di tempat yang berbeda.
Mengawali dan mengakhiri puasa Ramadan tidak mengikuti Tafidz Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tidak perduli pada AUM (amal usaha Muhammadiyah) dan pengajian Muhammadiyah.
Di masa-masa yang lalu, adanya varian itu tidak terlalu dipersoalkan. Di dalam Muhammadiyah ada mekanisme untuk mengatasi perbedaan faham keagamaan.
Secara formal ada Majelis Tarjih dan Tajdid dari tingkat cabang sampai pusat untuk mengatasi perbedaan pendapat dan menjawab berbagai persoalan yang muncul di masyarakat.
Ada juga lembaga-lembaga musyawarah lainnya untuk mencari titik temu ketika ada silang sengkarut tentang kebijakan organisasi. Perbedaan dipandang wajar dan bahkan bisa memperkaya pikiran dan mendewasakan sikap bermuhammadiyah.
Manifesto yang paling jelas adalah pengalaman menyelenggarakan muktamar yang teduh (tidak gaduh), damai, dan bermartabat.
Varian Musa mulai menjadi persoalan ketika sudah menyentuh sendi-sendi organisasi. Sebagian dari mereka bekerja di amal usaha Muhammadiyah, tapi tidak berupaya membesarkan Muhammadiyah. Bahkan mengajak teman-temannya untuk tidak loyal kepada keputusan organisasi.
Ada juga yang lebih serius. Mereka mendiskreditkan Muhammadiyah sebagai penganut bid’ah, karena pada masa Nabi, kata mereka, tidak ada organisasi. Mereka mencoba menguasai masjid, mushala, lembaga pendidikan, dan forum pengajian. Mereka tidak memajukan Muhammadiyah tapi membuatnya tidak berdaya.
Muhammadiyah dibiarkan jadi tinggal kulit, sedangkan isinya sudah jadi salafi. Yang menarik, mereka masih tetap mengaku, dan bekerja di amal usaha, Muhammadiyah.