***
Tahdzir atas Ustaz Adi Hidayat tentang hukum musik seperti membuka hijab paham salafisme-wahabisme yang sesungguhnya. Seperti gunung es, hanya terlihat sepenggal di atas tapi di bawah sudah menggurita tanpa disadari.
Perang Ideologi masih relevan dan niscaya. Hipotesis Daniel Bell tentang matinya Ideologi (the end of ideology) telah patah, karena terbukti sebaliknya: persaingan ideologi kian mengeras dengan varian kecil-kecil, beringas, dan fanatik. (*)
Catatan:
Sebagian besar tulisan ini masih draf riset, kajian awal dan susunan dari beberapa hipotesis sebagai landasan menjaga produk kajian tetap objektif dan proporsional.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News
sedih dengan fenomena demikian
Maka kaderisasi penting, kita sering terkagum kagum dg pesatnya perkembangan amal usaha, tapi kita lupa mengupayakan keberlangsungan penggemblengan kaderisasi lewat amal usaha itu sendiri.
Mantap Ustadz. Mungkin lebih bagus kalau riset dilakukan dengan cara hadir ke kajian2nya. Rasakan perbedaan kajian disana. Karena umumnya Ustadz Salafi-Wahabisme sudah sangat upgrade dengan ilmu. Saya sering memperhatikan ustadz2 dari kalangan Muh, dan NU ternyata masih banyak yg tidak pas Makhraj Hurufnya. Padahal Ilmu membaca Qur’an adalah Pokoknya, bahkan mereka ada yg sudah S2 ilmu agama dsb.
Dan organisasi masih fokus dengan Kaderisasi yg tujuannya utk menambah jumlah anggota. Berbanding terbalik dg Salafi-Wahabi yg tujuan mereka murni dakwah, menyampaikan kebenaran sesuai yg mereka fahami sekalipun bertentangan dengan kebiasaan masyarakat.
Karna saya masih sering lihat ust2 muhammadiyah yg masih berfaham aswaja alias masih ndak berani mensyirkan bacaan basmalahnya, dzikir bersama karna masy disana masih dzikir bersama, dsb.
Jadi, jika memang Muhammadiyah mau berbenah, ayo disaring kembali ustadz2nya.
Jangan sampai mereka berceramah tanpa ilmu dan hanya modal Tokoh masyarakat dan tidak mau belajar dg ustadz2 lain krna kebnyakan jadwal ceramahnya.
Orang awam yang dikehendaki pendekatan doktriner. Ustadz-ustadz Salafi terhadap hadits sangat rigid rawi dan sanad menjadi titik lemah hadits. Namun dalam memegang pendapat ustadz rujukannya kokoh seperti memegang hadits. Padahal pendapat ustadz itu dalam timbangan hukum Islam adalah dzonniyyu al dalalah (hujjah persangkaan). Ustadz2 Salafi tidak memberikan ruang dalam perkara hal itu ada ulama yang memiliki pandangan berbeda. Jika para ustadz semua Ormas mengambil cara-cara doktriner, kebenaran tunggal, padahal padanya terdapat ruang perbedaan maka yang akan terjadi di tengah umat Islam adalah clash (pertikaian) seperti pada abad pertengahan. Terjadi saling pembunuhan yang dikenal dengan peristiwa al-Mihnah.
Contoh yang anda ketengahkah tentang mensyirkan bacaan basmalah, silahkan merujuk pada hasil musyawarah nasional Tarjih.
Untuk peningkatan kapasitas, kompetensi dan keilmuan tentu itu menjadi tanggungjawab pribadi-pribadi. Muhammadiyah tidak kurang-kurang memberikan dorongan berupa pemberian beasiswa dan rekomendasi untuk kemajuan belajar.
Fenomena yang sama kita temukan di daerah saya, adanya pondok tahfidz yang menjadi embrio lahirnya rumah rumah tahfidz, da’wahnya menggurita, mereka melakukan promosi dengan sedikit bicara banyak kerja, para hafidz yang memang bersuara merdu menyerbu masjid masjid Muh dan masjid tanpa label, mereka menjadi imam dan melakukan pemberantasan buta huruf Alquran, serta kajian sehingga pelan tapi pasti Muh kehilangan simpatisan, bagus memang tetapi kadang terkesan jadi tidak toleran, dan dominan. Mereka tidak menyadari ngaji dimana masjidnya siapa. Dan sebagai kader Muh, rasa keprihatinan sangat saya rasakan, antisipasi saya lakukan dengan cara memberikan usulan tetapi tidak ada respon dan jawaban serta tanggapan. Untuk itu Muh sebaiknya membuat ruang publik online dengan menampung pemikiran pemikiran para kader dan simpatisan, buat mereka bisa login otomatis dengan NBM. akan akan kami sampaikan usulan usulan yang tidak pernah di respon dan tidak ada tanggapan sebagai masukan dan bahan kajian dari kader kader yang masih punya perhatian dan kesadaran supaya dapat dijadikan kerangka untuk menyusun kebijakan.