Ujian Itu Tanda Sapaan Cinta Allah

*) Oleh: Imron Nur Annas, MH,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Nganjuk

Keimanan dan ujian ibarat dua sisi mata uang yang selalu berpasangan. Tidak mungkin ada keimanan tanpa adanya sebuah ujian di dalamnya. Bagi setiap manusia yang telah menyatakan beriman, apakah mereka mengira bahwa akan dibiarkan begitu saja pada setiap waktu, tempat dan situasi hanya dengan mengatakan “Kami telah beriman” dan mereka tidak diuji dengan hal-hal yang dapat membuktikan hakikat keimanannya, padahal ujian itu sebagai bukti siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya dengan seikhlas mungkin.

Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ankabut ayat 2 dan surat al-Mulk ayat 2.
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, Kami telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji.”

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ

“Yaitu yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Maha perkasa lagi Maha Pengampun”.

Umat manusia tidak pernah lepas dari ujian Allah. Ada yang diuji dengan kekayaan harta benda, ada yang diuji dengan kekurangan materi. Ada yang diuji dengan pangkat, kududukan dan jabatan. Ada pula yang diuji dengan kondisi keluarga. Ada yang diuji dengan diambil kesehatannya. Dan masih banyak lagi ujian-ujian lainnya.

Timbul pertanyaan yang harus direnungkan Bersama. Lalu bagaimanakah proses seseorang menyelesaikan ujiannya? Sebagaian dari mereka menyelesaikan ujian dengan caranya sendiri. Dan sebagian yang lain menyelesaikan ujian sesuai dengan petunjuk dan aturan syariah. Dan ada lagi yang menikmati ujian itu dengan membiarkannya tanpa ada usaha penyelesaian.

Namun demikian, jarang manusia yang menyadari bahwa segala fenomena yang telah terjadi pada hakikatnya adalah cobaan yang berfungsi sebagai ujian kehidupan itu merupakan bentuk surat sapaan cinta dan rindu dari Allah kepada hambanya, agar hamba tersebut bersujud lebih lama, agar meneteskan air mata, dan agar berdoa lebih khusyuk. Supaya ia bisa menjadi hamba yang istimewa lantaran keridaannya dari ketetapan Allah sebagaimana hadis riwayat Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285 bahwa pesan baginda Rasulullah dalam sabdanya:

اِذَا اَحَبَّ اللهُ عَبْدًا اِبْتَلَاهُ, فَاِنْ صَبَرَ اجْتَبَاهُ وَانْ رَضِيَ اصْطَفَاهُ

“Jika Allah mencintai seseorang maka Ia akan mengujinya. kalau orang itu sabar, maka Allah akan menjadikannya orang mulia (mujtaba). Dan jika ia rida maka Allah akan menjadikannya sebagai orang pilihan yang istimewa (musthafa).”

Hadis yang disebutkan di atas dengan jelas memberikan kategori dua kelompok yang berbeda dalam menyelesaikan ujian dan cobaan. Satu kelompok menghadapi cobaan itu dengan kesabaran dan satu kelompok menghadapinya dengan kerelaan.

Secara teoritis istilah musthafa hanya layak disandang oleh Rasulullah. Manusia sempurna yang rela di lempar kotoran unta saat bersujud melaksanakan ibadah oleh kaum-Nya sendiri padahal Ia memiliki pilihan untuk membalasnya.

1 KOMENTAR

  1. Alhamdulillah dengan tulisan ini mengingatkan kita untuk lebih banyak bersyukur,bersabar dan selalu berprasangka baik kepada Allah bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua… Aamiin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini