Dialah Nabi kita Muhammad yang rela menggembala kambing padahal Ia adalah manusia paling berwibawa. Dialah manusia yang rela diusir dari tanah airnya sendiri dalam hijrahnya menuju Madinah. Dialah yang rela menahan tentara untuk tidak menyerang Mekah dan memilihi perjanjian Hudzaibiyyah.

Dialah yang rela diusir dan dilempari batu sampai gigi gerahamnya berdarah setelah berdakwah mengenalkan Islam terhadap penduduk Thaif. Dialah yang rela menghaluskan dan menyuapkan makanan setiap pagi kepada pengemis buta di ujung pinggir pasar kota Madinah meski dicaci dan dimaki tepat di hadapan wajah-Nya.

Sungguh al-Musthafa memang hanya layak disandang oleh-Nya. Kemampuan-Nya menanggung pengorbanan dan penghinaan padahal di satu sisi telah tersedia untuk-Nya kemampuan melakukan perlawanan.

Jika al-musthafa hanya layak untuk Rasulullah, maka sebagai umat-Nya tidaklah berlebihan jika ingin meneladaniNya dengan berusaha menjadi al-mu’min al-mujtaba. Al-mujtaba sebagaimana dalam konteks hadits di atas adalah orang yang sabar dalam menghadapi ujian kehidupan.

Manusia yang paling berat cobaannya adalah para utusan Allah, sebagaimana hal ini di jelaskan Rasulullah dalam hadits riwayat Ahmad, 3/78, disahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 995 yang berbunyi:

أشد الناس بلاء الأنبياء, ثم الصالحون, ثم الأمثل فالأمثل

“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal mereka dan yang semisalnya.”

Ujian Allah yang menimpa umat manusia dalam rangka menyucikan dari dosanya, dan mengangkat derajatnya, sehingga mereka menjadi teladan bagi yang lainnya.

Belajar dari berbagai kisah para Nabi dalam menghadapi ujian yang telah Allah berikan: Dalam surat Al Ankabut ayat 14 mengisahkan Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun tapi hanya 80 pengikut di antara kaumnya yang akhirnya bersedia beriman dan turut dalam bahtera.

Bahkan Waligah istri Nabi Nuh dan putranya Kan’an tidak bersedia untuk beriman. Durasi dakwah yang lama tidak membuat kaumnya makin taat kepada Nabi Nuh. Mereka menolak, menentang, mengolok-olok dan bahkan mengintimidasi secara fisik.

Nabi Hud mendapatkan penolakan dalam dakwahnya terhadap kaum Ad yang ahli membuat bangunan tinggi dan istana yang megah. Kedustaan Kaum Ad terhadap Nabi Hud sampai diabadikan dalam Al-Qur’an surat Asy Syua’ra 136-138:

“Mereka menjawab, Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan diazab.”

1 KOMENTAR

  1. Alhamdulillah dengan tulisan ini mengingatkan kita untuk lebih banyak bersyukur,bersabar dan selalu berprasangka baik kepada Allah bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua… Aamiin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini