Mental Objektifikasi Perempuan Jadi Akar Pelecehan Seksual
Prof. Alimatul Qibtiyah

Tingginya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan berakar dari ketidakmampuan laki-laki dalam mengendalikan hawa nafsu. Di samping itu, pelecehan muncul karena laki-laki menyimpan kesadaran di alam bawah sadar bahwa perempuan adalah objek.

Pelecehan seksual pun bertingkat. Yang paling rendah adalah catcalling (menggoda lewat kerlingan, siulan, atau gombalan genit). Sedangkan yang paling tinggi adalah perkosaan.

Meski problem utama pelecehan seksual ada di kalangan laki-laki, namun perempuan dianggap ikut andil dalam mengekalkan permasalahan ini, demikian ungkap

Indikator pelecehan adalah paksaan dan merendahkan, membuat seorang tidak nyaman. Nah persoalannya banyak, misalnya perempuan yang dikasih (gombalan) “assalamualaikum cantik” itu kok nyaman?

Ya karena sudah ada patriarki, yang itu tidak hanya ada pada otak laki-laki, tapi juga ada pada otak perempuan, karena sudah kebiasaan.

Mental objektifikasi pada perempuan ini sebagai akar pelecehan seksual. Karena objektifikasi perempuan sudah melekat di alam bawah sadar, maka cara menanggulanginya adalah lewat pendidikan atau pola pengasuhan untuk membentuk alam pikiran yang benar.

Namun jika itu mustahil, maka pelecehan seksual bisa dikurangi potensinya lewat kecerdasan perempuan dalam memilih pakaian maupun ketaatan laki-laki dalam menundukkan pandangan untuk memuliakan sesama manusia.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana menghindarinya? Supaya kita tidak jadi potensi korban dan potensi pelaku. Supaya tidak jadi potensi korban, maka kecerdasan memilih berpakaian itu adalah sebuah kebutuhan.

Karena berdasar penelitian, 70 persen masyarakat Indonesia masih blaming the victim (menyalahkan korban). Masih kalau melihat perempuan pakai baju terbuka dia lalu suit-suit (bersiul genit), dan catcalling.

Sehingga supaya kita tidak menjadi potensi korban, maka kecerdasan memilih berpakaian itu adalah suatu kebutuhan.

Selain itu, pentingnya pemahaman bagi kaum muslim untuk memahami dan mengamalkan ajaran Alquran dengan benar, terutama dalam relasi antara laki-laki dan perempuan.

Yang kedua, supaya kita tidak jadi pelaku, seprovokatif apa pun orang berpakaian di depan kita.

Ingat, tidak ada satu ayat pun atau satu hadis pun yang mengatakan kalau kau lihat perempuan yang provokatif pakaiannya, maka lecehkanlah, minta nomor telepon atau perkosalah.

Tidak ada yang ada adalah perintah menundukkan pandangan, ghadul bashar, segera pulang ke rumah, atau berpuasalah.

Sehingga supaya kita tidak jadi potensi pelaku, apa pun yang dipakai orang yang kita lihat, kita harus al karomah al insaniyah (memuliakan manusia). (*)

(Disampaikan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof. Alimatul Qibtiyah di Konferensi Internasional Institut Leimena di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 April 2023)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini