Idul Adha atau biasa kita sebut Hari Raya Qurban, berasal dari kata qaruba. yang berarti dekat.
Sebuah bentuk amaliah di dalam Islam untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menyembelih hewan ternak terbaik atau pengurbanan terbaik.
Yang dilandasi karena keimanan dan ketakwaan dan perintah, Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam surat al kautsar:2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
“Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” Kalimat fasholli dan wanhar adalah kalimat perintah. Artinya, di saat Hari Raya Kurban, maka diperintahkan untuk melaksanakan salat Id dan berkurban. Sama-sama sunah muakad.
Bedanya yang menegakkan salat membutuhkan kekuatan jasmani dan rohani. Sedangkan kurban selain jasmani dan rohani juga membutuhkan kekuatan materi dan butuh keikhlasan dan kerelaan untuk melaksanakan ibadah kurban.
Karena bisa jadi ada orang mampu secara rohani, jasmani dan materi, tapi tidak rela berkurban dengan memotong hewan kurban, maka dia telah disebutkan di dalam hadis nabi, sebagai berikut:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم “
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا”
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.”
Alquran menceritakan setidaknya ada dua peristiwa besar, sebuah pengorbanan di luar nalar manusia.
Hal itu Allah perintahkan kepada Nabi Ibrahim as, hingga dia termasuk yang mendapatkan predikat ulul azmi (gelar khusus bagi golongan rasul pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa):
1. Allah Swt Memerintahkan Mengasingkan Keluarganya
Bentuk ketaatan dan pengorbanan yang terbaik yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, adalah ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengasingkan Siti Hajar dan Nabi Ismail AS di lembah yang gersang.
Lembah yang tak berpenghuni yang disebut Bakkah, tempat yang saat ini menjadi pusat ibadah seluruh umat Islam. Tempat yang disucikan dan tak pernah sepi untuk mengagungkan asma Allah Swt.
Ibnu Abbas radhiyallahun anhuma berkata:
“Siti Hajar mengikuti Nabi Ibrahim dan berkata, “Wahai Ibrahim! Ke mana engkau hendak pergi meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni dan tak ada apa pun di sini?”
Hajar mengucapkan kata-katanya berulang kali, namun Nabi Ibrahim tidak juga menolehnya. Akhirnya Hajar bertanya, “Apakah Allâh yang memerintahkan hal ini kepadamu?” Nabi Ibrahim menjawab, “Benar.” Hajar menimpali, “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.”
Dan saat itulah Nabi Ibrahim as berdoa kepada Allah SWT:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Rabb kami! sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, wahai Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrâhîm/ 14: 37)
Ketaatan dan keikhlasan Hajar kepada Allah Swt, membuatnya hidup sendiri di lembah gersang yang bernama Bakkah bersama Babi Ismail.
Hikmah ketaatan Hajar melakukan apa yang disampaikan Nabi Ibrahim atas perintah Allah, membawa keberkahan dengan keluarnya air Zam-zam yang sampai sekarang airnya tidak pernah habis.
Kelak, karena keikhlasan melaksanakan perintah Allah SWT, di lembah pengasingan Siti Hajar dan Ismail menjadi tempat pelaksanaan rukun ibadah haji.
2. Allah SWT Memerintahkan Menyembelih Putra Tercintanya
Sebuah pengorbanan di luar nalar manusia selanjutnya ketika Allah Swt memerintahkan Babi Ibrahim menyembelih putranya Ismail. Keduanya menunjukkan keteguhan, ketaatan, dan kesabaran dalam menjalankan perintah itu.
Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan Ismail berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu.
Sebagaimana Allah SWT, abadikan dalam QS Ash-Shafaat 37-102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”
Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Nabi Ibrahim lalu membaringkan anaknya di atas pelipisnya (pada bagian wajahnya) dan bersiap melakukan penyembelihan dan Ismail pun siap menaati perintah ayahnya.
Maka, ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya untuk melaksanakan perintah Allah.
“Lalu Kami Panggil dia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat [37] : 103:107)
Atas ketaatan yang terbaik Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, Allah membalas keduanya dengan menggantikan sembelihan hewan kurban yang besar, yakni berupa domba jantan dari surga. Domba yang besar berwarna putih, bermata bagus, bertanduk serta diikat dengan rumput samurah.
Dari peristiwa inilah umat Islam diperintah untuk memperingatinya sebagai ibadah dengan salat Idul Adha dan memotong hewan kurban. (*)