Idul Kurban Perkuat Kebiasaan untuk Peduli, Berbagi, dan Memberi
Prof Jimly Asshiddiqie, mengisi Khotbah Idul Adha di Lapangan Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan, Rabu (28/6/2023). foto: faizal fanani/liputan6.com
UM Surabaya

Oleh: Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, SH1
Ketua Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ أَكْبَرُ 3X اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً َلآإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَآإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُوْنَ.
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًا لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُوْ الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى حَبِيْبِنَا مُحَمَّدِنِ الْمُصْطَفَى، اَلَّذِي بَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ!.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan dari Tuhan dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.

Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Walillâhil hamd.

Saudara-saudara sekalian jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah. Marilah kita bersyukur bahwa kita kembali diberi kesempatan oleh Allah untuk bersama-sama menunaikan ibadah Salat Idul Adha berjamaah di lapangan Masjid Agung Al-Azhar ini.

Yang kita rayakan hari ini ada dua, yaitu Ibadah Haji di Mekkah, dan Hari Berkurban di seluruh dunia Islam. Seluruh jamaah haji, berkumpul untuk wukuf di Padang ‘Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah tadi malam, untuk selanjutnya berangkat ke Muzdalifah, Mina, dan terakhir kembali ke Mekkah untuk tawaf dan sa’i serta bertahallul sebagai tanda selesainya ibadah haji.

Puncak kegiatan haji ada di Padang ‘Arafah, ketika seluruh jamaah haji melaksanakan wukuf. Semua datang berkumpul, untuk memenuhi panggilan Allah, menjalankan kewajiban sekali dalam seumur hidup, yaitu ibadah haji yang secara simbolik dapat dianggap bagaikan Muktamar atau Kongres Umat Islam Sedunia.

Kita yang tidak berkesempatan pergi haji dari seluruh dunia, turut merayakannya dengan cara salat berjamaah Idul Adha di sini, hari ini, bukan besok.

Perbedaan pendapat mengenai rukyat dan hisab masih dapat diterima untuk Idul Fitri. Karena itu, Masjid Agung Al-Azhar selalu mengikuti keputusan Pemerintah sebagai “ulil amri” mengenai jadwal puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Masjid Agung Al-Azhar tidak mengikuti rukyat atau pun hisab, melainkan mengikuti mazhab “ulil-amri”.

Tetapi untuk Idul Adha, patokan kita adalah wukuf di padang Arafah yang jadwalnya sudah diumumkan sejak minggu lalu, dan sudah dilaksanakan tadi malam pada tanggal 27 Juni, yang di era globalisasi dewasa ini, kita semua dapat saksikan langsung secara virtual.

Maka kita melaksanakan salat Idul Adha pada hari ini, tanggal 28 Juni 2023, mendahului tanggal yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai ulil-amri, sambil berharap, hendaknya para ulil amri di semua negara anggota OKI pada waktunya bersama-sama para ulama dapat menyatukan kalender Islam di seluruh dunia berdasarkan kalender di Masjidil Haram, tempat Ka’bah yang menjadi satu-satunya kiblat umat Islam.

Allah hanya satu, kiblat juga hanya satu. Maka kalender Islam juga sudah seharusnya hanya satu.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd.

Para jamaah sekalian yang dimuliakan Allah.

Hal kedua yang kita rayakan hari ini, sebagaimana tradisi yang dimulai sejak Nabi Ibrahim AS, yang diteruskan oleh Nabi Muhammad SAW, adalah penyembelihan kurban dan pembagian daging kurban, sebagai simbol keimanan dan ketundukan kita kepada Allah serta perasaan empati kepada sesama.

Yang mesti diperhatikan ialah bahwa berkurban harus didasari keikhlasan. Kita berkorban untuk kepentingan persaudaraan di antara sesama warga masyarakat di mana kita hidup bersama, dan bahkan untuk solidaritas sosial dan kepentingan kemanusiaan pada umumnya.

Itulah esensi ajaran berkurban yang kita rayakan dengan menyelenggarakan salat id berjamaah, lalu dilanjutkan dengan melaksanakan penyembelihan dan pembagian daging hewan kuran.

Karena itu, para jamaah sekalian, mari kita menyukseskan kegiatan simbolis Kongres Tahunan umat Islam ini dengan memerkokoh iman kepada Allah, memperteguh ketundukan dan ketakwaan kita kepada-Nya, sembari memperluas solidaritas kemanusiaan antar sesama dengan meningkatkan kepedulian, sikap berbagi, dan suka memberi untuk kepentingan orang lain yang memerlukan.

Semangat untuk caring, sharing, and giving harus ditingkatkan dengan keikhlasan yang kokoh sebagai cermin keimanan dan ketakwaan kita yang sungguh- sungguh hanya kepada Allah SWT.

Hidup janganlah dirasuki oleh semangat dan sikap untuk hanya berorientasi mengambil, meminta dan menuntut (taking, asking, and claiming). Lebih atas baik tangan di atas dari pada tangan di bawah. Tangan yang memberi lebih baik daripada tangan selalu ingin mengambil, meminta, dan menuntut.

Berbagilah dengan semangat berkurban sebagai cermin keikhlasan hati dan ketundukan iman kepada Allah sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as, sehingga keikhlasan Ismail diganti dengan domba yang dagingnya dibagikan untuk kepentingan mereka yang membutuhkan.

Sering kita saksikan, orang berlomba-lomba mencari kekayaan dan kekuasaan, semata-mata untuk mengambil dan menikmati. Nanti jika kekayaan dan kekuasaan sudah didapat, ia akan mencari, meminta, menuntut, dan bahkan, bilamana perlu, merampok untuk mengambil dan menikmati lebih banyak lagi kekayaan, dan/atau lebih tinggi lagi jabatan kekuasaan.

Maka, hidup seseorang penuh diisi hawa nafsu untuk mengambil, meminta, menuntut, dan bahkan mencuri dan merampok kekayaan atau kekuasaan dari orang lain.

Dalam iklim politik pasar bebas, dan ekonomi pasar bebas, praktik perilaku yang demikian itulah yang merajalela. Jabatan dijadikan komoditas yang diperebutkan, dan demikian pula uang dijadikan komoditas yang diperebutkan, bila perlu dengan cara apa pun, halal atau tidak halal yang penting didapat. Na’uzubillahi min zalik.

Ketika diberi nasihat yang baik, ada saja jawabannya, “Ini kan soal kenyataan hidup”. Idealisme berdasarkan norma ideal dalam tuntunan akhlak dan hukum agama, serta hukum dan etika bernegara tidak laku dalam praktik kehidupan nyata. Na’uzubillah.

Dengan semangat Idul Adha atau Idul Kurban yang kita rayakan hari ini, marilah kita kembali ke jalan yang lebih tepat, jalan yang lurus sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan memperkuat kebiasaan untuk peduli, berbagi, dan memberi, dengan filosofi tangan di atas.

Di mana pun kita berada, kita selalu gandrung dengan sikap peduli, berbagi, dan memberi, agar dengan demikian kehadiran kita dirasakan manfaatnya oleh lingkungan sekitar kita.

Rasulullah saw bersabda, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Kuncinya adalah keteguhan iman kepada Allah dan keikhlasan kita untuk peduli, berbagi, dan memberi untuk kepentingan orang lain di sekitar kita, serta berkontribusi dalam peri-kehidupan bersama dalam masyarakat, bangsa, dan negara.

Itulah hakikat makna perayaan Idul Kurban yang kita rayakan hari ini, yaitu semangat untuk berkorban, untuk peduli, berbagi, dan memberi, serta berkontribusi (caring, sharing, giving and contributing), bukan sikap yang hanya berorientasi mengambil, meminta, menuntut, dan bila perlu merampok (taking, asking, claiming, and robbing) untuk kepentingan sendiri.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahi al-hamd.

Saudara-saudara sekalian, sekarang kita hidup di tengah dinamika demokrasi dan pasar bebas. Demokrasi tidak lain merupakan sistem pasar bebas di bidang politik, di samping pasar bebas di bidang ekonomi atau market economy.

Meski pun pasar merupakan realitas kehidupan, tetapi pasar digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai tempat yang paling buruk, dibandingkan dengan masjid sebagai tempat yang paling baik.

Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

“Negeri yang paling dicintai Allah adalah karena masjid-masjidnya, dan negeri yang paling dimurkai Allah karena pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)

Rasulullah sendiri, dan demikian pula para nabi sebelumnya, tidak pernah terlepas dari kegiatan di pasar, seperti tergambar dalam Alquran Surah al-Furqon (QS. 25:7 dan 20):

“Dan mereka berkata: “Mengapa Rasul memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya untuk memberikan peringatan bersamanya?

“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.”

Artinya, pasar merupakan realitas yang semua nabi akrab beraktivitas di dalamnya, tetapi di dalamnya banyak cobaan dan godaan, sehingga mereka yang beraktivitas di dalamnya harus bersabar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika kamu mampu, janganlah menjadi orang yang pertama masuk pasar, dan jangan pula menjadi yang terakhir keluar darinya, sebab pasar adalah tempat perangnya setan, di sanalah ia menancapkan benderanya.” (HR Muslim)

Saudara-saudara jamaah Idul Adha sekalian, di era demokrasi dan ekonomi pasar bebas dewasa ini, kita diibaratkan hidup di tengah realitas pasar yang penuh godaan dan cobaan itu.

Dalam dinamika pasar bebas, baik pasar politik maupun pasar ekonomi, kita disodori oleh iklan tiap hari yang dapat membentuk persepsi kita tentang hal-hal yang baik dan buruk, serta tentang hal-hal yang benar dan salah sesuai dengan kehendak produsen.

Karena peranan media yang semakin masif dan menentukan, yang baik dapat dipersepsi menjadi buruk, dan yang buruk dapat berubah menjadi baik, hanya karena persepsi yang dibentuk oleh pasar.

Demikian pula menuju pemilu serentak untuk memilih presiden-wapres, para wakil rakyat dan bahkan para kepala daerah pada tahun 2024 nanti, kita perlu saling mengingatkan sejak jauh hari, bahwa nanti kita juga akan disuguhi pelbagai macam iklan politik yang bermaksud membentuk persepsi kita tentang siapa yang harus kita pilih.

Karena itu, marilah kita bersikap kritis, jangan mudah terkecoh oleh iklan politik maupun iklan bisnis. Masjid sebagai simbol nilai spiritualitas yang diidealkan dalam agama kita haruslah dijadikan sarana pengendali atas dinamika pasar yang merupakan simbol materialitas kehidupan.

Kita memilih pemimpin, bukan karena ngepop, berdasarkan polesan, bentukan dan arahan dari pasar bebas politik, tetapi karena pertimbangan kualitas dan integritas kepemimpinan yang layak untuk diberi kepercayaan menjadi pemimpin-pemimpin yang keputusan-keputusannya harus kita taati. Sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran (QS. Annisa, 4:59):

“Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasulullah, serta kepada “ulul-amri” (para pemimpin) di antara kamu.”

Artinya, memilih tokoh-tokoh pemimpin yang dapat dipercaya sangat penting dalam agama, karena kita semua sebagai warga bangsa dan warga negara wajib tunduk dan taat kepada Allah, tunduk dan taat kepada Rasulullah, dan kepada “Ulil-Amri” yang akan kita beri amanah.

Karena itu, sebaiknya, kita tidak boleh golput, tetapi kita juga harus menghindar dari memilih tokoh-tokoh pemimpin apalagi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden hanya karena polesan dan bentukan pasar, yang sekadar ‘ngepop’ dan tidak otentik sebagai pemimpin.

Pemimpin yang dihasilkan oleh pasar tanpa bimbingan moral dan nilai-nilai spiritual, hanyalah boneka pasar bebas, yang tidak mungkin dapat diharapkan memimpin dan mengarahkan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dengan kualitas dan integritas yang seharusnya menurut tuntunan nilai-nilai agama yang lurus.

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, walillâhil hamd.

Demikianlah khotbah singkat ini, untuk kita amalkan bersama-sama sebagai bagian dari seruan iman dan takwa untuk kita semua yang berkumpul di sini hari ini.

Para jamaah Id sekalian dan kaum muslimin yang dirahmati Allah. Akhirnya, marilah kita bermunajat kepada Allah dengan penuh ketundukan; semoga kita semua diberkati, ibadah kita diterima, dan segala doa kita diijabah dengan sebaik-baiknya oleh Allah.

Ya Allah, ampunilah segala dosa dan kesalahan kami, dosa dan kesalahan orang tua kami, ayah, ibu, kakek dan nenek serta siapa saja dari keluarga dan kerabat yang telah mendahului kami. Terimalah segala amal ibadah mereka, dan tempatkan mereka di surga – Mu.

Ya Allah, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Terimalah segala amal ibadah hamba-hamba-Mu yang saleh dan salihah yang sedang menjalankan ibadah haji di Tanah Suci.

Jadikanlah haji mereka haji yang mabrur, dan kembali lagi ke tanah air dengan selamat dan sejahtera dengan kualitas iman dan taqwa yang semakin meningkat.

Bagi mereka yang meninggal selama ibadah haji, jadikanlah mereka meninggal sebagai syuhada yang Engkau terima mereka semua di surga-Mu. Kuatkan iman dan kesabaran saudara-saudara kami yang sedang ditimpa musibah di mana saja mereka berada.

Ya Allah, jadikanlah bangsa dan negara kami bangsa dan negara yang engkau berkati. Jadikan Islam di negeri kami Islam yang ramah, sejuk, dan inklusif, yang mempersatukan di tengah keragaman hamba-hamba-Mu di negeri ini.

Jadikanlah kami pribadi-pribadi muslim yang dapat diteladani, dalam keteguhan iman, dalam keikhlasan berkurban, termasuk mengenai hal-hal yang paling dicintai sebagaimana yang dicontohkan oleh Kekasih-Mu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, dalam sikap untuk selalu peduli, berbagi, dan memberi manfaat bagi sesama, terutama untuk mereka yang membutuhkan uluran tangan kami.

Ya Allah, kami benar-benar yakin dengan keimanan kami kepada-Mu, maka jadikanlah kami semua sebagai umat yang menyebar rahmat bagi sesama berdasarkan tuntutan-Mu beserta teladan Rasul-Mu ya Allah. (*)

(Khotbah Salat Idul Fitri ini disampaikan di Lapangan Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, Jakarta, 10 Zulhijjah 1444H/ 28 Juni 2023)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini