Nabi Ibrahim dan Penghambaan Profetik (2)
Nabi Ibrahim (lukisan oleh Joszef Molnar dari Abad Ke-19)
UM Surabaya

Mimpi profetik Nabi Ibrahim benar-benar dilaksanakan dengan baik, sehingga kaum muslimin pantas menjadikannya sebagai rujukan dalam menyembelih hewan kurban.

Nabi Ibrahim bukan hanya menghambakan diri kepada Allah, tetapi memberi keteladanan dalam berjuang menegakkan tauhid.

Beliau memperjuangkan tegaknya nilai tauhid hingga menjadi contoh bagi generasi-generasi berikutnya.

Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim, dalam berkurban, merupakan wujud dari nilai-nilai pengagungan terhadap Sang Khalik.

Hal ini untuk membebaskan manusia dari belenggu kecintaan kepada dunia. Terbelenggunya manusia atas dunia bukan hanya melupakan Tuhan tetapi justru menjadikan kekuatan lain sebagai tuhan.

Inilah posisi paling rendah dan hina sehingga mengantarkan dirinya ke tempat paling buruk ketika di akhirat.

Penegak Tauhid

Nabi Ibrahim layak dijadikan contoh totalitas dalam menghambakan diri kepada Allah, Namun generasi berikutnya justru melakukan hal yang sebaliknya.

Generasi sesudahnya bukan hanya tidak bertauhid, tetapi mengadakan tandingan penyembahan kepada tuhan selain Allah.

Mereka berdoa meminta rizki kepada pohon, gunung atau makam wali. Padahal Allah yang memberi semua fasilitas kehidupan dan jaminan hidupnya.

Bahkan mereka menyisihkan sebagian hartanya kepada sesembahan mereka, bukan bersedekah di jalan Allah.

Hal itu diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَيَجْعَلُوْنَ لِمَا لَا يَعْلَمُوْنَ نَصِيْبًا مِّمَّا رَزَقْنٰهُمْ ۗ تَا للّٰهِ لَـتُسْـئَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَفْتَرُوْنَ

“Dan mereka menyediakan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, untuk berhala-berhala yang mereka tidak mengetahui (kekuasaannya). Demi Allah, kamu pasti akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.” (QS. An-Nahl : 56)

Perbuatan di atas merupakan penghinaan kepada Allah. Betapa tidak, Allah yang memberi segalanya kepada mereka, namun perbuatan maksiat justru dipertontonkan.

Rezeki seharusnya diperuntukkan memudahkan jalan menuju Allah, tetapi justru dipergunakan untuk menghalangi manusia dari jalan-Nya.

Penyimpangan itu dianggap sebagai jalan yang mendatangkan manfaat. Namun Allah justru tidak menganggapnya sebagai kebaikan tetapi justru menghapusnya dari daftar perbuatan baik.

Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

مَثَلُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ اَعْمَا لُهُمْ كَرَمَا دِ ٱِشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ يَوْمٍ عَا صِفٍ ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ مِمَّا كَسَبُوْا عَلٰى شَيْءٍ ۗ ذٰلِكَ هُوَ الضَّلٰلُ الْبَعِيْدُ

“Perumpamaan orang yang ingkar kepada Tuhannya, perbuatan mereka seperti abu yang ditiup oleh angin keras pada suatu hari yang berangin kencang.

Mereka tidak kuasa (mendatangkan manfaat) sama sekali dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim : 18)

Banyak di antara mereka mengira bahwa jalan yang ditempuh akan mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan, tetapi Allah menganggapnya sebagai debu yang tertiup angin kencang.

Allah tidak akan memberi balasan kebaikan di akherat. Allah hanya membalasnya saat di dunia, seperti kesuksesan hidup, mendapatkan pujian dan popularitas.

Penghambaan Total

Bagi mereka yang percaya akhirat, akan mengagungkan Allah secara benar, dan hal itu ditunjukkan dengan amalan kebaikan.

Sebaliknya bagi mereka yang tidak percaya akhirat, amal kebaikan biasanya diorientasikan untuk mendapatkan kepentingan duniawi, seperti popularitas atau supaya dikenal sebagai orang baik.

Aisyah binti Abu Bakar pernah bertanya kepada Rasulullah tentang amalan kebaikan Abdullah bin Jud’an, apakah mendatangkan manfaat bagi dirinya ketika di akhirat.

Rasulullah pun menjawab bahwa amalan Abdullah bin Jud’an tidak memberi manfaat apa-apa pada dirinya karena dia tidak pernah mengagungkan Allah selama hidupnya.

Apa yang dilakukan Abdullah bin Jud’an didorong oleh tradisi yang telah berjalan tanpa dipandu oleh nilai-nilai ilahiyah. Artinya, dalam melakukan kebaikan tidak dibimbing wahyu yang datang dari langit.

Di sinilah pentingnya mengenal nilai-nilai agung yang berasal dari Sang Maha Pencipta sehingga mengarahkan manusia untuk berbuat kebaikan, sehingga berbalas kebaikan.

Sebaliknya mereka yang melakukan kebaikan tanpa bimbingan justru akan mendatangkan penyesalan yang amat mendalam

Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

لِلَّذِيْنَ اسْتَجَا بُوْا لِرَبِّهِمُ الْحُسْنٰى ۗ وَا لَّذِيْنَ لَمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَهٗ لَوْ اَنَّ لَهُمْ مَّا فِى الْاَ رْضِ جَمِيْعًا وَّمِثْلَهٗ مَعَهٗ لَا فْتَدَوْا بِهٖ ۗ اُولٰٓئِكَ لَهُمْ سُوْٓءُ الْحِسَا بِ ۙ وَمَأْوٰٮهُمْ جَهَـنَّمُ ۗ وَبِئْسَ الْمِهَا دُ

“Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhan, mereka (disediakan) balasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan-Nya, sekiranya mereka memiliki semua yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak itu lagi, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu.

Orang-orang itu mendapat hisab (perhitungan) yang buruk dan tempat kediaman mereka Jahanam, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (QS. Ar-Ra’d : 18)

Petunjuk dari Allah dipastikan akan melahirkan perbuatan baik dan akan memproduksi kebaikan, dan itu merupakan hikmah paling besar.

Sebaliknya, bagi mereka yang melakukan amal kebaikan tanpa bimbingan petunjuk, terancam terlempar dalam kebinasaan.

Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana nfirman-Nya:

ذٰلِكَ مِمَّاۤ اَوْحٰۤى اِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ ۗ وَلَا تَجْعَلْ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ فَتُلْقٰى فِيْ جَهَنَّمَ مَلُوْمًا مَّدْحُوْرًا

“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad). Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).” (QS. Al-Isra’ : 39)

Nabi Ibrahim merupakan sosok teladan yang melakukan apa pun berdasarkan petunjuk Allah. Menyembelih hewan kurban merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan bagi umat Islam, dan Nabi Ibrahim telah memandu kita dalam berkurban secara benar.

Pantas apabila Allah menganugerahi beliau sebagai khalilullah karena penghambaan total kepada-Nya, sehingga tak tergoda oleh kepentingan dunia yang menghambakan diri kepada selain-Nya. (*)

Baca juga: Nabi Ibrahim dan Mimpi Profetik (1)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini