Anak Alami Father Hunger, Dosen UMM Beri Tips Cara Mengatasi
Nandy Agustin Syakarofath, S.Psi., M.A Dosen Psikologi UMM.

Salah satu peran ayah adalah sebagai pencari nafkah dalam keluarga. Seiring mobilitas yang semakin tinggi dan hadirnya beragam profesi, figur ayah di rumah terasa kurang dan membuat ikatan emosional antar ayah dan anak berkurang. Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Nandy Agustin Syakarofath, SPsi, MA menjelaskan hal tersebut dapat menjadi salah satu penyebab anak mengalami ‘father hunger’.

Father hunger adalah kondisi di mana anak merasakan tekanan psikologis karena ketiadaan figur seorang ayah. Entah karena meninggal, perceraian atau ketidakberfungsian peran dari ayah itu sendiri dalam pengasuhan. Akibatnya seperti melakukan kekerasan fisik atau psikologis.

Riset terdahulu menyebutkan bahwa keterlibatan ayah dalam rumah tangga mampu berkontribusi dalam mewujudkan keluarga yang tangguh. Maksud dari tangguh adalah bisa membuat setiap individunya mampu mengatasi berbagai permasalahan.

“Jika terjadi sebaliknya, maka keluarga akan menjadi rentan, bahkan dapat menjadi penyumbang berbagai persoalan psikologis yang dihadapi oleh setiap anggotanya termasuk istri dan anak,” ucap Nandy.

Sejatinya, orangtua memiliki fungsi utama yang wajib diberikan pada anak, yaitu asah, asuh dan asih.  Asah artinya memberikan bimbingan hidup atau pengajaran sehingga anak terlatih serta memiliki skill dan tuan yang jelas.

Asih adalah pemenuhan kebutuhan dasar sebagai manusia untuk mendapatkan cinta kasih dari orang terdekatnya, yang dapat dirasakan melalui kontak fisik dan kontak batin. Sementara asuh adalah pemenuhan kebutuhan hidup dalam membersamai tumbuh kembang anak hingga dewasa dan seterusnya. Misalnya saja memberikan makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan fasilitas yang layak bagi anak sehingga mereka merasa aman dan nyaman.

Apabila ketiga fungsi atau peran tersebut tidak diberikan oleh ayah atau ibu, maka anak akan mengalami berbagai masalah atau isu kesehatan mental seperti masalah emosi, perilaku, konflik teman sebaya, hiperaktivitas hingga persoalan perilaku prososial.

“Bahkan anak dapat mengalami kecemasan, depresi hingga bunuh diri. Jadi ayah dan ibu sama-sama memiliki kedudukan penting dalam kehidupan keluarga terutama bagi anak-anaknya,” jelasnya.

Oleh karenanya, Nandy memberikan beberapa tips mencegah dampak negatif dari father hunger. Pertama, calon ayah dan calon ibu harus siap lahir dan batin dan dengan pertimbangan yang matang saat memutuskan akan menikah. Menikah adalah memulai lembar kehidupan yang baru dengan peran dan fungsi baru berikut juga permasalahannya. Mempersiapkan diri dengan cukup untuk membekali kehidupan rumah tangga sangat penting.

Kedua, belajar mengenai pengasuhan atau cara-cara untuk menguatkan keluarga agar menjadi tangguh. Ketiga, bagi istri yang ditinggal suami, baik cerai hidup atau cerai mati, maka maksimalkan asah, asuh dan asih pada anak sehingga kebutuhan dasar anak dapat terpenuhi.

“Umumnya, yang paling sulit dijalankan oleh perempuan pada kondisi tersebut adalah fungsi asuhnya. Terutama jika kurang mandiri secara finansial. Jadi, meski sudah menikah, tidak ada salahnya wanita juga memiliki penghasilan sendiri,” tandasnya.

Tips terakhir, anak hendaknya bisa mengembangkan soft skill dan hard skill yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu mengoptimalkan potensi yang dimiliki, agar memiliki kemampuan beradaptasi menghadapi berbagai situasi sulit.

“Meski demikian, tidak semua stres atau persoalan hidup bersifat negatif. Dalam kadar tertentu, stres dibutuhkan oleh manusia untuk meningkatkan keterampilan berdamai dengan berbagai persoalan hidup,“ pungkasnya.  (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini