Adapun salah satu fungsi wirid adalah mencerahkan hati dan menghilangkan watak ataupun sifat tak terpuji dalam proses pengalamannya.
Dzikrullah juga berarti melakukan perbuatan-perbuatan baik fardhu maupun sunnah seperti setiap hari ada waktu untuk tilawatil qur’an, baca shalawat, menghadiri kajian-kajian keislaman, dan berdakwah.
Karena yang terpenting dalam dzikrullah adalah membebaskan diri dari lalai dan lupa kepada Allah. Sehingga menurut seorang tabi’in agung Said bin Jubair:
“Setiap perbuatan yang di darmabaktikan untuk Allah adalah termasuk dzikir.” Hati yang selalu mengingat Allah akan bergetar ketika mendengar nama-Nya disebut, hati pun semakin lembut dan bersih dari kotoran.
Allah SWT berfirman :
ٱللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ ٱلْحَدِيثِ كِتَٰبًا مُّتَشَٰبِهًا مَّثَانِىَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ ٱلَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَهْدِى بِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُضْلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِنْ هَادٍ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (QS Az-Zumar: 23).
Ketiga, berpuasa. Yaitu puasa yang bukan sekedar menahan haus dan lapar, tapi puasa dari segala kecendrungan nafsu dan akhlak-akhlak tercela.
Jadi untuk mengoptimalkan fungsi ruhani (hati) kita harus mengusahakan ketiga hal tersebut secara terus menerus.
Jika hati tidak lagi jernih, maka yang terjadi adalah pergeseran nilai-nilai suci yang luhur bergeser menjadi hubbun-dunya.
Hati semacam inilah yang membalik kebenaran ajaran yang dicontohkan dan diteladankan oleh Rasulullah melalui akhlak universal dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.
Kita boleh kaya dan bergelimang harta selagi benda duniawi itu tidak melekat dalam hati kita.
Kecerdasan spritual tidak berpusat di otak melainkan dalam hati. Dan hati harus senantiasa dijaga agar tetap jernih, bersih dari kotoran jiwa.
Kejernihan hati inilah yang membuat manusia mampu membedakan dengan tegas, mana haq, dan mana yang bathil, sehingga nilai-nilai suci dan luhur tentang kehidupan akan tetap terpelihara. (*/tim)