Menjaga Identitas Islam
Ilustrasi: mvslim.com

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Majelis Tabligh PWM Jatim

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Beridentitas Islam sering kali mendapatkan stigma buruk. Hal ini jelas berpotensi besar akan mendegradasi atau menghancurkan sang pemilik identitas.

Perlakuan dan tuduhan negatif itu tidak dilakukan kecuali oleh mereka yang memiliki identitas yang dekat dengan kekafiran.

Stigma negatif itu, bisa jadi berdampak positif, sehingga memacu umat Islam untuk semakin berpegang teguh dengan identitas itu.

Namun yang sering terjadi justru mendegradasi dan membuat pribadi muslim larut dan ingin menghindari tuduhan itu, sehingga meninggalkan sebagian perintah Allah.

Apa yang dialami nabi dan para sahabatnya ketika berpegang teguh dengan nilai-nilai Islam, mengalami tudingan dan tuduhan yang jelek.

Bahkan tidak sedikit dari mereka mengalami pengusiran dan pembunuhan karena memegang teguh Islam.

Namun mereka tetap istikamah dengan menjalankan Islam sebagaimana petunjuk Allah. Apa yang dialami oleh Nabi dan para sahabatnya terjadi sekarang ini, dimana umat Islam dilekatkan dengan tindakan terorisme, radikalisme, dan intoleran.

Tudingan Buruk

Perintah untuk istikomah sangat banyak dan berulang-ulang. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan umatnya untuk tegar dalam memegang teguh nilai-nilai Islam.

Hal ini seiring dengan upaya sistematis dari orang-orang kafir untuk mendegradasi nilai-nilai Islam.

Apa yang dinarasikan Alquran tentang para pemuda yang teguh dengan nilai-nilai tauhid mengalami tekanan, sehingga mereka berinisiatif untuk keluar (hijrah) dari negerinya.

Mereka hijrah dalam rangka menyelamatkan akidahnya dan bisa istikamah dengan keyakinannya. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَّرَبَطْنَا عَلٰى قُلُوْبِهِمْ اِذْ قَا مُوْا فَقَا لُوْا رَبُّنَا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ لَنْ نَّدْعُوَا۟مِنْ دُوْنِهٖۤ اِلٰهًـا لَّـقَدْ قُلْنَاۤ اِذًا شَطَطًا

“Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru Tuhan selain Dia.

Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.” (QS. Al-Kahfi : 14)

Perjuangan para pemuda untuk mempertahankan akidahnya hingga rela berhijrah juga dilakukan oleh para sahabat, ketika mendapatkan gangguan dan penduduk Makkah.

Tekanan yang begitu dahsyat itulah sehingga muncul perintah hijrah ke negeri Habasyah, Yaman.

Di negeri yang dipimpin oleh Najasyi, seorang raja yang adil dan melindungi siapapun dari kezaliman. Para sahabat tinggal di Habasyah bisa bebas dari tekanan dan ancaman, serta bisa menjalankan syariat agamanya secara istiqamah.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Tantangan untuk istikamah dengan nilai-nilai Islam sangat beragam. Musuh-musuh dakwah Islam tak pernah lelah untuk mengembalikan keyakinan umat Islam kepada keyakinan lama sebagaimana yang mereka percayai.

Teror, tuduhan, cacian, hingga ancaman pembunuhan, mereka halalkan guna mengembalikan keyakinan umat Islam sebelumnya. Alquran mengabadikan upaya-upaya sistematis dan terstruktur di antaranya :

Pertama, sasaran kerugian. Orang-orang kafir berusaha untuk mengembalikan keyakinan orang-orang Islam agar menjauhi agamanya.

Ancaman ekonomi seperti kemiskinan, dan kemelaratan dilakukan agar mereka tidak lagi teguh dalam memegang prinsip agamanya.

Kaum Nabi Syu’aib terbiasa dengan mencuri takaran ketika berdagang. Ketika diingatkan agar berbuat jujur dengan menimbang secara benar, mereka pun marah.

Pengikut Nabi Syu’aib yang taat pada nilai-nilai yang diajarkan untuk menciptakan praktek ekonomi yang benar, justru mengalami ancaman. Hal ini sebagaimana diabadikan Allah dalam firman-Nya :

وَقَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖ لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًا اِنَّكُمْ اِذًا لَّخٰسِرُوْنَ

“Dan pemuka-pemuka dari kaumnya (Syu’aib) yang kafir berkata (kepada sesamanya), ‘Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu kamu menjadi orang-orang yang rugi.’”(QS. Al-A’raf : 90)

Apa yang dilakukan pada orang-orang kafir saat ini tidak ada bedanya. Mereka menciptakan aturan yang membuat kaum muslimin tidak teguh dalam memegang teguh prinsip dalam bertransaksi.

Praktik mengurangi timbangan ketika berdagang, atau mengurangi takaran ketika melakukan jual beli.

Kedua, sasaran tuduhan sok suci. Kaum Nabi Luth mempraktekkan hubungan seks sesama jenis.

Para laki-laki tidak memiliki gairah/syahwat terhadap lawan jenisnya, Nabi Luth ketika melarang praktek homo itu dan meminta mereka untuk menikahi perempuan-perempuan yang suci, maka utusan Allah itu dituduh sebagai manusia sok suci dan diusir.

Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَمَا كَا نَ جَوَا بَ قَوْمِهٖۤ اِلَّاۤ اَنْ قَا لُـوْۤا اَخْرِجُوْهُمْ مِّنْ قَرْيَتِكُمْ ۚ اِنَّهُمْ اُنَا سٌ يَّتَطَهَّرُوْنَ

“Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci.”” (QS. Al-A’raf : 82)

Apa yang terjadi saat ini memiliki kemiripan. Ketika kaum muslimin melaksanakan agamanya sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya dengan menjauhi hubungan sesama jenis, maka langsung dituduh sebagai manusia yang sok suci.

Bahkan yang melarang hubungan sesama jenis dianggap intoleran dan tidak menghargai hak-hak manusia yang memiliki kecenderungan bawaan dari lahir.

Ketiga, sasaran kebodohan. Ucapan nista yang dilakukan orang-orang kafir senantiasa muncul ketika kaum muslimin taat dan patuh pada perintah Allah dan Rasul-Nya.

Orang yang ingin menjalankan perintah Allah secara maksimal, maka langsung divonis sebagai manusia yang kurang akal, tak waras, serta tidak mengikuti tren perkembangan zaman.

Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

قَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖۤ اِنَّا لَــنَرٰٮكَ فِيْ سَفَاهَةٍ وَّاِنَّا لَــنَظُنُّكَ مِنَ الْـكٰذِبِيْنَ

“Pemuka-pemuka orang-orang yang kafir dari kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar kurang waras dan kami kira kamu termasuk orang-orang yang berdusta.”(QS. Al-A’raf : 66)

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Alquran menggambarkan berbagai upaya orang-orang kafir untuk menenggelamkan cahaya Islam di muka bumi ini.

Mereka sangat membenci Islam dan menginginkan petunjuk Allah redup, namun Allah justru akan mengokohkan dan menyempurnakan sinarnya. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

يُرِيۡدُوۡنَ لِيُطْفِئُوا نُوۡرَ اللّٰهِ بِاَ فۡوَاهِهِمْ وَاللّٰهُ مُتِمُّ نُوۡرِهٖ وَلَوۡ كَرِهَ الۡكٰفِرُوۡنَ

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (Ash-Shaf : 8)

Istikamah di jalan Allah menjalankan syariat-Nya telah dilakukan oleh para sahabat. Umat terbaik ini telah mengalami pengalaman-pengalaman pahit. Orang-orang miskin disiksa dana dianiaya.

Muslim yang kaya ditutup aksesnya sehingga terhalang untuk menyambung hidupnya. Bahkan Nabi Muhammad mengalami berbagai intimidasi hingga ancaman pembunuhan.

Tetapi Allah menolong agama-Nya dengan mengokohkan iman Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Istikamah memegang teguh ajaran tauhid dan menolak tawaran-tawaran untuk meninggalkan agama tauhid ini menghasilkan kemenangan setahap demi setahap.

Menaati perintah berhijrah dengan meninggalkan keluarga dan harta kekayaannya, berhasil mendapatkan kemenangan dan kejayaan.

Atas perbuatan yang istikamah dalam berpegang teguh pada kebenaran itu, maka Allah mengganjarnya dengan kemenangan-kemenangan yang pernah diduga.

Dikatakan tidak diduga, karena para sahabat dalam kondisi lemah, jumlah yang sedikit, senjata apa adanya, namun bisa mengalahkan dan menaklukkan kota Makkah.

Sebagai orang beriman harus yakin bahwa berpegang teguh dan istikamah berindentitas muslim akan mengalami hambatan dan halangan.

Ancaman kemelaran, tuduhan sok suci, kurang waras akan berakhir dengan kemenangan. Allah akan menyempurnakan kemenangan Islam ketika kaum muslimin taat dan patuh pada Islam dan istiqamah dengan jalan ini.

Allah mendeklarasikan bahwa kaum muslimin hanya diperintahkan untuk mengikuti petunjuk rasil-Nya.

Ketundukan pada perintah rasul ini akan mendatangkan campur tangan Allah untuk memenangkan agama meskipun orang-orang kafir membencinya.

Allah mengabadikan hal itu sebagaimana firman-Nya:

هُوَ الَّذِىۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَهٗ بِالۡهُدٰى وَدِيۡنِ الۡحَـقِّ لِيُظۡهِرَهٗ عَلَى الدِّيۡنِ كُلِّهٖ وَلَوۡ كَرِهَ الۡمُشۡرِكُوۡنَ

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya.” (Ash-Shaf : 8)

Umat Islam Indonesia mengalami berbagai penindasan, penjajahan, dan upaya pemurtadan. Hal itu terjadi sejak zaman kolonial hingga saat ini.

Namun Allah campur tangan untuk meredupkan upaya jahat itu. Sinar Islam tetap terjaga ketika umat Islam istikamah menjalankan syariat Islam.

Oleh karenanya, beridentitas muslim dengan menjalankan syariatnya secara istikamah akan mendatangkan pertolongan Allah.

Sebaliknya alergi dengan identitas muslim hanya akan menjauhkan pertolongan Allah dan menghinakan diri kaum muslimin sendiri. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini