Kecintaan Allah dan Turunnya Rasul
Kecintaan Allah dan Turunnya Rasul

Kecintaan Allah dan Turunnya Rasul – Allah sangat mencintai seluruh hamba-Nya. Bentuk kecintaan itu dengan mengirimkan utusan khusus untuk menjelaskan cara meraih kebahagiaan di dunia dan mencapai kemuliaan di akhirat. Kedatangan rasul dengan membawa kitab suci untuk menjelaskan cara-cara mudah untuk memperoleh keselamatan dengan mengikuti petunjuk.

Kecintaan Allah dan Turunnya Rasul

Manusia yang mengikuti petunjuk akan mendapat kemuliaan dengan menempati kedudukan yang tinggi dan agung di surga. Namun kebanyakan manusia justru memilih jalan sendiri hingga membuatnya tersesat hingga menjerumuskan diri dalam kebinasaan.

Fungsi dan Kedudukan Rasul

Allah memiliki kasih sayang yang utuh dan sempurna. Sebagai Pencipta dan Pemelihara alam semesta, Allah tidak membiarkan manusia hidup terlunta-lunta hingga sesat di dunia. Oleh karenanya, Allah mengirim utusan untuk membimbing guna mendapatkan petunjuk terbaik.

Utusan Allah juga menjelaskan bahwa kitab yang dibawa merupakan petunjuk paling tinggi nilainya. Di dalam kitab itu tertulis jalan lurus, sehingga bagi yang mengikuti petunjuk akan mendapatkan rahmat. Hal ini dinarasikan sebagaimana firman-Nya :

وَلَقَدْ جِئْنٰهُمْ بِكِتٰبٍ فَصَّلْنٰهُ عَلٰى عِلْمٍ هُدًى وَّرَحْمَةً لِّـقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ

“Sungguh, Kami telah mendatangkan Kitab (Alquran) kepada mereka, yang Kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A’raf : 52)

Al-Qur’an sebagai kitab berisi petunjuk mengarahkan manusia menghindari perbuatan maksiat, serta memberi pilihan untuk berbuat baik. Manusia yang tidak mendapatkan petunjuk akan mudah menyimpang, seperti minum minuman keras, akan mendorong dirinya berbuat zina atau membunuh.

Berani melakukan korupsi akan mengantarkan dirinya hidup foya-foya hingga berbuat kerusakan, yang menghancurkan dirinya atau orang lain. Sebaliknya, bagi orang yang mendapatkan petunjuk, akan mudah berbuat kebaikan, seperti menagakkan keadilan, peduli dan berkorban untuk kepentingan orang lain.

Perbedaan dalam merespons utusan Allah sangat menentukan kedudukannya di hadapan manusia ketika di dunia dan saat bertemu Allah di akhirat. Ketika merespons positif dan bersyukur atas petunjuk, maka kedudukannya akan mulia.

Sebaliknya ketika merespons negatif dengan melakukan perlawanan terhadap ajaran Nabi, maka dia akan berperilaku buruk yang mengantarkan dirinya dalam kehancuran.

Alquran memberi contoh manusia yang menolak ajakan rasul. Mereka adalah orang-orang yang telah mapan dalam hidupnya, Mereka bisa dikatakan sebagai pelopor dalam menolak ajaran rasul. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

قَا لَ الْمَلَاُ مِنْ قَوْمِهٖۤ اِنَّا لَـنَرٰٮكَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

“Pemuka-pemuka kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-A’raf : 60)

Oleh karena pengaruhnya yang besar pada masyarakatnya, ajakan para pembesar negeri itu diikuti oleh rakyat kecil yang mengikutinya. Mereka pun meneguhkan dirinya sebagai penolak kebenaran dan mengajak berbuat menyimpang secara kolektif. Hal itu diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

قَا لُـوْۤا اَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللّٰهَ وَحْدَهٗ وَنَذَرَ مَا كَا نَ يَعْبُدُ اٰبَآ ؤُنَا ۚ فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَاۤ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصّٰدِقِيْنَ

“Mereka berkata, “Apakah kedatanganmu kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!” (QS. Al-A’raf : 70)

Penyesalan manusia

Allah juga menjelaskan adanya penyesalan yang diekspresikan oleh orang-orang yang dahulu mengingkari dan melawan apa yang disampaikan rasul. Ketika di hadapan Allah, mereka mengungkapkan penyesalannya karena mengingkari utusan Allah.

Mereka pun bukan hanya meminta syafaat untuk dibebaskan dari hukuman, tetapi juga meminta dikembalikan ke dunia untuk membenarkan apa yang dibawa rasul. Hal itu dilakukan untuk mau taat dan tunduk terhadap ajaran rasul. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

هَلْ يَنْظُرُوْنَ اِلَّا تَأْوِيْلَهٗ ۗ يَوْمَ يَأْتِيْ تَأْوِيْلُهٗ يَقُوْلُ الَّذِيْنَ نَسُوْهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَآءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِا لْحَـقِّ ۚ فَهَلْ لَّـنَا مِنْ شُفَعَآءَ فَيَشْفَعُوْا لَـنَاۤ اَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِيْ كُنَّا نَـعْمَلُ ۗ قَدْ خَسِرُوْۤا اَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَّا كَا نُوْا يَفْتَرُوْنَ

“Tidakkah mereka hanya menanti-nanti bukti kebenaran (Al-Qur’an) itu. Pada hari bukti kebenaran itu tiba, orang-orang yang sebelum itu mengabaikannya berkata, “Sungguh, rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.

Maka, adakah pemberi syafaat bagi kami yang akan memberikan pertolongan kepada kami atau agar kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami akan beramal tidak seperti perbuatan yang pernah kami lakukan dahulu?” Mereka sebenarnya telah merugikan dirinya sendiri dan apa yang mereka ada-adakan dahulu telah hilang lenyap dari mereka.” (QS. Al-A’raf : 53)

Alquan menjelaskan bahwa kejahatan yang dilakukan manusia berakar dari keengganannya dalam mengagungkan Allah. Keengganan mengagungkan Allah bukan hanya membuat dirinya tidak takut dalam berbuat maksiat, tetapi menghilangkan kontrol diri.

Mereka merasa bebas tanpa kontrol dalam menyalahgunakan kekuasaan, hingga bebas korupsi, menghabiskan uang negara, hingga rela mengorbankan orang lain untuk kariernya.

Menolak untuk mentauhidkan Allah merupakan sumber kemaksiatan. Allah mengabadikan perjuangan para rasul dalam menegakkan tauhid agar manusia takut berbuat maksiat. Hal ini sebagaimana penjelasan firman-Nya berikut :

لَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَقَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗ اِنِّيْۤ اَخَا فُ عَلَيْكُمْ عَذَا بَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ

“Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat).”” (QS. Al-A’raf : 59)

Baca juga: Kehinaan Ketika Menolak Ajakan Bertauhid

Keengganan mentauhidkan Allah mendorong manusia lupa akan dampak perbuatan jahatnya. Allah pun membalas kelalaiannya dengan kehinaan ketika di dunia dan menyiksanya dengan azab yang sangat mengerikan. (*)

Kecintaan Allah dan Turunnya Rasul

Penulis: Dr. SLAMET MULIONO REDJOSARI, Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini