H. Soetrimo atau Mbah Trimo, pengusaha asal Tulungagung yang bangga mengenalkan diri sebagai marbot Masjid Al-Fattah, menjadi salah satu narasumber dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Sabtu (25/10/2025), di Ballroom Kusuma Agro, Kota Batu, Jawa Timur.
Dalam sesi bertema “Masjid Al-Fattah Tulungagung: Refleksi dan Motivasi Dakwah Muhammadiyah Akar Rumput”, Mbah Trimo mengisahkan perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan sejak kecil.
“Saya mohon maaf, saya ini tidak sekolah tinggi. Saya hanya tamat SD dan belajar dari kehidupan,” ujarnya di hadapan peserta Rakernas.
Ia lahir dari keluarga miskin dan sudah bekerja sejak usia 13 tahun di restoran di Mojokerto dengan gaji Rp 2.500 per hari.
“Uangnya cuma cukup untuk satu bungkus nasi. Dari situ saya belajar hemat dan menabung,” katanya.
Selama lima tahun bekerja, ia berusaha menabung dan akhirnya bisa membeli sepeda. Dari situ, ia mulai berdagang kecil-kecilan menjual kacang sangrai tradisional. Usahanya berkembang hingga memiliki CV. Gangsar dengan sekitar seribu karyawan.
“Saya jatuh dua kali, bangkrut total, tapi tidak menyerah. Saya bangkit lagi dan terus berjuang,” ungkapnya.
Membangun Masjid Al-Fattah
Kesuksesan tidak membuatnya lupa pada dakwah. Ia aktif mengikuti pengajian dan tergerak untuk membantu pembangunan Masjid Al-Fattah Tulungagung.
“Awalnya saya bantu sedikit, lalu saya beli tanahnya supaya masjid bisa berdiri,” ujarnya.
Masjid yang ia bangun memiliki desain unik berbentuk orang sujud, dengan menara setinggi 54 meter.
“Tulung artinya pertolongan, Agung berarti kebesaran Allah. Masjid Al-Fattah ini lambang pertolongan Allah yang Agung,” jelasnya.
Dakwah Merangkul dan Kemandirian Muhammadiyah
Awalnya jemaah masjid hanya 24 orang. Melalui pengajian rutin setiap Rabu dan kegiatan sarapan bersama, jemaah kini semakin ramai.
“Sekarang jemaahnya bukan hanya Muhammadiyah, tapi juga dari NU. Saya merangkul karena dakwah itu jangan memukul, tapi merangkul,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya kemandirian dalam gerakan dakwah.
“Kita harus mandiri, jangan bergantung kepada siapa pun, termasuk pemerintah,” katanya.
Di akhir ceramah, Mbah Trimo menegaskan bahwa siapa pun bisa berbuat untuk umat dan Muhammadiyah.
“Kalau saya yang hanya tamat SD bisa membangun masjid dan mempekerjakan ribuan orang, in sya Allah saudara-saudara juga bisa,” tutupnya.
