UMM Hadirkan Tiga Pakar UiTM, Bedah Media Sosial dan Perubahan Sosial di Malaysia

UMM Hadirkan Tiga Pakar UiTM, Bedah Media Sosial dan Perubahan Sosial di Malaysia

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kembali menunjukkan komitmennya dalam membangun jejaring akademik global melalui penyelenggaraan kuliah tamu internasional bertema “Media and Social Change in Malaysia”.

Acara bergengsi ini digelar oleh Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMM pada Selasa, 4 Juni 2024, dengan menghadirkan tiga dosen senior dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) Melaka, Malaysia.

Kehadiran mereka disambut dengan antusias oleh ratusan mahasiswa yang memenuhi ruang kuliah untuk menyimak langsung wawasan terkini mengenai dinamika media dan perubahan sosial di negeri jiran.

Kegiatan ini menjadi salah satu upaya konkret UMM dalam memperluas perspektif global mahasiswa, sekaligus mengukuhkan posisinya sebagai kampus yang terus bergerak menuju internasionalisasi.

Dalam paparannya, para pakar dari UiTM menghadirkan tema-tema yang relevan dengan perkembangan komunikasi digital dan tantangan sosial-politik yang dihadapi masyarakat Malaysia, serta relevansinya bagi kawasan Asia Tenggara.

Sesi pertama dibuka oleh Dr. Ilya Tasnorizar binti Ilyas yang mengulas pentingnya memahami komunikasi nonverbal dalam konteks lintas budaya.

Dia menggarisbawahi bahwa setiap negara memiliki ekspresi dan gestur yang bermakna berbeda, seperti dalam hal senyuman, kontak mata, hingga ruang personal.

Perbedaan ini, jika tidak dipahami secara saksama, dapat memicu kesalahpahaman dalam komunikasi antarindividu maupun antarbangsa.

“Misalnya, kontak mata yang dianggap sopan dan menunjukkan rasa percaya diri di Barat, bisa jadi ditafsirkan sebagai sikap tidak sopan di beberapa negara Timur Tengah,” ungkap Ilya.

Dia lalu menegaskan, kesadaran dan sensitivitas terhadap keragaman budaya komunikasi ini akan memperkuat dialog antarbudaya dan memperkaya praktik komunikasi global.

Materi kedua disampaikan oleh Rosilawati binti Sultan Mohideen yang fokus membahas pengaruh media sosial terhadap dinamika politik masyarakat Malaysia.

Menurutnya, platform seperti Facebook, Twitter, dan TikTok telah menjadi medan utama penyebaran opini publik dan kritik terhadap pemerintah.

Di satu sisi, media sosial memperluas partisipasi politik warga negara, meningkatkan transparansi, dan mempercepat respons pemerintah terhadap krisis.

Namun di sisi lain, ia juga mengingatkan akan ancaman dari penyebaran informasi palsu (hoaks), meningkatnya polarisasi politik, serta kecenderungan masyarakat untuk hanya memahami isu secara dangkal melalui potongan konten yang viral.

“Kesadaran politik masyarakat memang meningkat, tetapi sayangnya tidak selalu dibarengi dengan pemahaman yang mendalam terhadap isu yang diangkat,” jelas Rosilawati. Ia menekankan pentingnya literasi digital sebagai tameng terhadap dampak negatif media sosial.

Sementara itu, narasumber ketiga, Ts Hj. Mohd. Hilmi bin Bakar, mengangkat topik yang tidak kalah penting dan aktual: fenomena echo chamber dan filter bubble dalam dunia digital.

Dia menjelaskan, echo chamber adalah kondisi di mana seseorang hanya mendengar pandangan dan informasi yang sejalan dengan pendapatnya sendiri.

Sementara filter bubble merupakan hasil algoritma media sosial yang menyajikan konten-konten sesuai preferensi pengguna, tanpa memberikan ruang untuk sudut pandang yang berbeda. Menurut Hilmi, kondisi ini mempersempit wawasan masyarakat dan menghambat diskusi yang sehat.

“Kadang kita merasa bebas berbicara, padahal yang sebenarnya terjadi adalah kita terjebak dalam ruang gema digital yang membatasi pemahaman kita terhadap realitas yang lebih luas,” ujarnya. Ia menyerukan pentingnya memverifikasi informasi, mengevaluasi sumber, dan membuka ruang untuk dialog lintas perspektif agar tercipta masyarakat yang lebih bijak dan inklusif dalam bermedia.

Menanggapi kehadiran para akademisi dari UiTM Melaka, Wakil Dekan I FISIP UMM, Najamuddin Khairur Rijal, M. Hub. Int, menyampaikan apresiasi yang tinggi.

Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah strategis dalam mempererat hubungan antara dua institusi pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara.

Dia berharap kerja sama ini tidak berhenti pada kegiatan kuliah tamu saja, tetapi dapat berlanjut dalam bentuk program mobilitas dosen dan mahasiswa, riset kolaboratif lintas negara, serta publikasi bersama di jurnal internasional bereputasi.

“UMM telah menargetkan untuk menjadi kampus berkelas internasional pada tahun 2026. Untuk itu, kami terus berupaya menciptakan atmosfer akademik yang terbuka terhadap pertukaran gagasan global, seperti yang kita saksikan hari ini,” ujar Najamuddin.

Dengan terselenggaranya acara ini, UMM sekali lagi menunjukkan komitmennya sebagai institusi pendidikan tinggi yang progresif dan terbuka terhadap perubahan zaman.

Melalui diskusi yang menggugah dan kolaborasi lintas negara, kampus berjuluk Kampus Putih ini terus mengokohkan perannya sebagai pusat keilmuan yang mampu menjawab tantangan lokal maupun global. (*/wh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *