Isu kesehatan mental mahasiswa asrama yang kerap terabaikan menjadi sorotan tajam Agung Pratama, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Lewat esainya yang mengangkat perspektif Islam dalam menjaga kesehatan jiwa, Agung sukses meraih Juara I Lomba Esai Nasional yang diadakan oleh Asosiasi Pengelola Asrama (ASLAMA) Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA), mengalahkan ratusan peserta dari seluruh Indonesia.
Pengumuman pemenang dilaksanakan secara daring pada 28 Juni 2025, dengan total peserta mencapai 348 orang dari seluruh Indonesia.
Dalam esai berjudul “Menjaga Jiwa, Menjaga Iman: Urgensi Kesehatan Mental Mahasiswa Asrama Berbasis Nilai Islam”, Agung mengangkat persoalan kesehatan mental mahasiswa yang tinggal di asrama. Ia menyoroti bahwa tekanan mental yang dialami mahasiswa asrama jauh lebih kompleks dibandingkan mahasiswa pada umumnya.
“Tekanan akademik itu dialami semua mahasiswa. Tapi di asrama, kami juga dituntut menjaga aspek keislaman, berbagi ruang privat, dan beradaptasi sosial. Itu tidak mudah,” ungkap Agung seperti dilansir di laman resmi UMY, pada Jumat (4/7/2025).
Esai tersebut ditulis berdasarkan riset mendalam, termasuk data dari UIN Malang yang menunjukkan adanya penurunan 23 persen kasus gangguan mental pada mahasiswa setelah pelaksanaan program keagamaan seperti salat subuh berjamaah.
Agung juga menyoroti pendekatan Maqashid asy-Syariah yang diterapkan di Universitas Al-Azhar, Mesir, sebagai model psikoterapi berbasis nilai Islam yang efektif dalam meningkatkan ketahanan mental mahasiswa.
Dia menilai bahwa pendekatan kesehatan mental di Indonesia masih cenderung mengabaikan dimensi religius dan sosial, terutama bagi mahasiswa asrama.
Minimnya akses layanan konseling, tekanan budaya produktivitas, serta rendahnya kesadaran psikologis, terutama di kalangan mahasiswa laki-laki, menjadi sorotan penting dalam tulisannya.
Agung mengaku bahwa proses penulisan esai bukan tanpa tantangan. Selain kesulitan mencari data spesifik tentang mahasiswa asrama, ia juga harus membagi waktu antara tanggung jawab akademik dan organisasi.
“Kadang saya heran, kenapa isu kesehatan mental masih dianggap sepele. Padahal menurut data Kemenkes, 41 persen mahasiswa mengalami gangguan mental, dan 1 dari 4 menunjukkan gejala psikologis,” ujarnya.
Dalam proses penyusunan esai, Agung mendapatkan dukungan penuh dari kampus, khususnya Fakultas Hukum UMY dan organisasi tempat ia aktif.
Dia juga menyampaikan apresiasi khusus kepada dosen pembimbingnya, Yordan Gunawan, yang ia sebut sebagai “sosok guru sekaligus ayah” di lingkungan akademik.
Meskipun lebih dikenal aktif dalam dunia debat, Agung menyebut esai ini sebagai pijakan awal menuju riset yang lebih mendalam dan kampanye edukatif terkait isu kesehatan mental mahasiswa.
“Saya tidak ingin isu ini berhenti di tulisan. Ke depan, saya ingin mengembangkannya menjadi penelitian lanjutan, dan kampanye edukatif melalui media sosial atau forum diskusi di kampus,” tuturnya.
Di akhir wawancara, Agung menyampaikan pesan kepada mahasiswa lain untuk berani mengeksplorasi potensi diri di luar nilai akademik.
“Jangan hanya kejar nilai. Kita hidup di zaman penuh tuntutan, tapi juga banyak peluang. Jangan takut gagal. Belajar itu soal mencoba dan tetap waras di tengah tekanan,” tutupnya. (*/tim)