Ibadah kurban memiliki waktu yang telah ditentukan secara syariat, yaitu pada Hari Raya Iduladha dan hari-hari Tasyriq (11–13 Zulhijah).
Namun, bagaimana hukumnya jika hewan kurban disembelih di luar rentang waktu tersebut? Apakah tetap sah sebagai kurban, atau hanya dianggap sebagai sedekah biasa?
Timbul persoalan mengenai hukum menyembelih hewan kurban di luar hari Tasyriq, apakah hal tersebut diperbolehkan, dan bagaimana status pahalanya menurut pandangan syariat Islam.
Syariat Islam telah menetapkan waktu-waktu tertentu untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban. Waktu tersebut dimulai pada tanggal 10 Zulhijah setelah pelaksanaan salat Idul Adha dan berlangsung hingga hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah.
Dalil utama yang menjadi landasan penetapan waktu ini adalah sabda Rasulullah saw:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Seluruh hari Tasyriq adalah waktu untuk menyembelih (hewan kurban).” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
Hadis ini menegaskan bahwa penyembelihan hewan kurban dibatasi pada hari-hari tersebut. Selain itu, Al-Qur’an juga memberikan petunjuk tentang ibadah kurban dalam Surah Al-Hajj ayat 34:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Dan bagi setiap umat, Kami telah tetapkan suatu penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang telah diberikan kepada mereka berupa hewan ternak.” (QS. Al-Hajj: 34).
Ayat ini menunjukkan bahwa kurban adalah ibadah yang memiliki tata cara dan waktu tertentu sesuai ketentuan syariat. Para ulama sepakat bahwa waktu penyembelihan kurban dimulai setelah salat Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah dan berakhir pada saat matahari terbenam di hari terakhir Tasyriq, yaitu tanggal 13 Zulhijah.
Lantas, bagaimana hukumnya jika seseorang menyembelih hewan di luar waktu-waktu yang telah ditentukan, misalnya sebelum tanggal 10 Zulhijah atau setelah tanggal 13 Zulhijah, dengan niat kurban?
Penyembelihan di luar waktu tersebut tidak dianggap sebagai ibadah kurban, melainkan hanya sebagai sedekah biasa. Hal ini karena ibadah kurban memiliki syarat waktu yang spesifik, sebagaimana ibadah-ibadah lain seperti salat atau puasa yang terikat dengan waktu tertentu.
Dalil yang mendukung pandangan ini adalah hadis yang menyatakan:
مَن ضحَّى قبل الصلاة فإنما ذَبَحَ لنفسِهِ، ومَن ذبحَ بعدَ الصلاةِ فقد تمَّ نُسُكُهُ، وأصابَ سُنَّة المسلمين
“Barangsiapa yang berkurban sebelum salat id, maka ia telah menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang berkurban setelah salat id, maka ia telah menyempurnakan ibadah kurbannya dan telah mengikuti sunah kaum muslimin.”
Hadis ini menegaskan bahwa penyembelihan yang dilakukan sebelum waktu yang ditentukan tidak memenuhi syarat sebagai kurban. Dengan demikian, analogi yang sama berlaku untuk penyembelihan setelah hari Tasyriq.
Meskipun hewan yang disembelih di luar waktu tersebut tetap halal untuk dikonsumsi dan dagingnya boleh dibagikan kepada fakir miskin, pahala yang diperoleh bukanlah pahala kurban, melainkan pahala sedekah biasa.
Hikmah Pembatasan Waktu Kurban
Pembatasan waktu penyembelihan kurban menunjukkan bahwa ibadah ini memiliki nilai simbolis dan spiritual yang erat kaitannya dengan Hari Raya Iduladha dan hari-hari Tasyriq.
Dengan adanya batasan waktu, umat Islam diajak untuk menyelaraskan ibadah mereka dengan momen-momen suci yang telah ditetapkan, sehingga ibadah tersebut memiliki kekhususan dan kekuatan spiritual.
Selain itu, pembagian daging kurban kepada fakir miskin pada hari-hari tersebut juga menjadi sarana untuk mempererat solidaritas sosial di tengah suasana kegembiraan Hari Raya Iduladha. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 28:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah diberikan kepada mereka berupa hewan ternak.” (QS. Al-Hajj: 28).
Ayat ini menegaskan bahwa kurban dilakukan pada “hari-hari yang telah ditentukan” (ayyam ma’lumat), yang menurut tafsir mayoritas ulama merujuk pada hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
Meskipun penyembelihan di luar hari Tasyriq tidak dianggap sebagai ibadah kurban, hal ini tidak berarti perbuatan tersebut tidak bernilai pahala.
Jika seseorang menyembelih hewan dengan niat bersedekah dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin, maka ia akan mendapatkan pahala sedekah yang besar di sisi Allah.
Namun, pahala sedekah ini berbeda dengan pahala kurban, karena ibadah kurban memiliki keutamaan khusus yang terkait dengan waktu, niat, dan tata cara pelaksanaannya.
Oleh karena itu, seorang Muslim yang ingin mendapatkan pahala kurban harus memastikan bahwa penyembelihan dilakukan pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat.
Referensi: