Hati: Antara Kesucian, Kesehatan, dan Kekotoran

*) Oleh : Ferry Is Mirza DM
www.majelistabligh.id -

Dalam kehidupan ini, keberuntungan sejati tidak diukur dari harta melimpah atau status sosial tinggi, melainkan dari kebersihan hati.

Orang yang benar-benar beruntung adalah mereka yang hatinya suci, bersih dari kotoran nafsu dan penyakit batin.

Sebaliknya, sungguh merugi dan celakalah mereka yang membiarkan hatinya kotor, penuh dengan kebencian, kesombongan, dan iri hati.

Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya:

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9–10)

Ayat ini menjadi pengingat penting bahwa kualitas hidup seorang hamba sangat ditentukan oleh kondisi jiwanya, khususnya hatinya.

Maka, penting bagi setiap Muslim untuk senantiasa memeriksa dan mendiagnosis kondisi hatinya: apakah ia suci, sehat, atau justru kotor dan penuh penyakit.

Berikut beberapa tanda-tanda dan indikator kesehatan hati, yang bisa menjadi bahan introspeksi diri:

1. Menerima Kebenaran, Meski dari Musuh

Jika seseorang dapat menerima kebenaran, meskipun datang dari orang yang tidak disukainya, dan tidak memiliki keinginan untuk selalu dihormati atau diagung-agungkan, maka itu merupakan pertanda hatinya sehat.

Dia telah bebas dari penyakit kibr (kesombongan), yang menjadi penghalang utama antara manusia dan kebenaran.

2. Bersyukur dan Berbahagia atas Nikmat Orang Lain

Jika seseorang merasa turut senang dan bahagia ketika melihat orang lain mendapat nikmat, keberhasilan, atau kelebihan dari Allah, maka itu adalah ciri hati yang sehat, karena ia telah terbebas dari hasad (kedengkian).

Hati yang bersih tidak akan iri terhadap karunia yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang lain.

3. Qana’ah dan Tidak Tergoda pada yang Haram

Bila seseorang mampu menerima apa yang dimilikinya dengan penuh rasa syukur dan tidak tergoda mencari yang haram demi memperkaya diri, maka itu menandakan hatinya sehat.

Ia telah terlepas dari sifat hirsh (rakus), dan hatinya dipenuhi dengan zuhud (kesederhanaan) serta ketenangan batin.

4. Stabil dalam Pujian maupun Cacian

Ketika hati tetap tenang saat menerima pujian, dan tidak goyah saat menghadapi celaan atau hinaan, maka itu tanda hati yang sehat.

Ia telah bebas dari penyakit riya’ (pamer) dan keinginan untuk tampil agar dipuji manusia (caper). Hatinya hanya tertuju kepada Allah semata.

Menuju Kesucian Hati

Menjaga dan menyucikan hati bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan upaya sungguh-sungguh dan kontinyu agar hati tidak terkotori oleh debu dosa dan nafsu.

Hati yang suci diibaratkan seperti matahari dan bulan yang terus memancarkan cahaya. Jangan biarkan matahari hati mengalami gerhana, dan jangan biarkan malam batin kita gelap tanpa cahaya hidayah.

Memang benar, tidak ada manusia yang sempurna. Semua kita pernah tergelincir dalam kesalahan dan dosa yang mengotori hati.

Namun, orang yang memiliki hati yang sehat dan suci adalah mereka yang segera bangkit, bertaubat, dan bertekad untuk memperbaiki diri.

Mereka tidak membiarkan noda itu melekat lama. Mereka berusaha memperbaiki lahiriahnya dengan memperbaiki amal dan ibadah, serta memperbaiki batinnya dengan memperbanyak istighfar, dzikir, dan memohon pertolongan Allah.

Doa yang diajarkan Rasulullah SAW menjadi pedoman dalam menjaga kesucian jiwa:

“Allahumma aati nafsi taqwaha, wa zakkaha anta khairu man zakkaha, anta waliyyuha wa maulaha.”
“Ya Allah, berilah ketakwaan kepada jiwaku, dan sucikanlah ia. Engkaulah sebaik-baik Dzat yang mensucikannya. Engkaulah pelindung dan penolongnya.”

Mari terus menjaga dan memperbaiki hati kita. Karena sesungguhnya, kebahagiaan dan ketenangan sejati bukan terletak pada apa yang tampak, tetapi pada kejernihan hati yang tak terlihat.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita menuju hati yang bersih, sehat, dan suci. Aamiin. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Search