Khatib Aam PBNU, KH Akhmad Said Asrori, memberikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan ibadah haji 2025 yang dinilainya berjalan lebih tertib dan terstruktur dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dalam refleksinya, ia menekankan bahwa indikator utama kesuksesan haji adalah terpenuhinya rukun secara sah dan sempurna oleh seluruh jemaah.
“Ukuran paling utama dari suksesnya haji adalah semua jemaah bisa wukuf di Arafah. Al-hajju Arafah. Dan tahun ini, alhamdulillah, seluruh jemaah reguler Indonesia bisa wukuf di waktu yang tepat,” tutur KH Said Asrori dalam keterangannya di Madinah, Kamis (12/6/2025).
Dalam pandangannya, ada empat catatan utama yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan haji tahun ini:
1. Wukuf di Arafah Terpenuhi Secara Sempurna
Kiai Said menyampaikan bahwa seluruh jemaah resmi berhasil hadir di Arafah dalam waktu yang ditentukan, bahkan meski sebagian datang menjelang wukuf dimulai.
“Ada yang datang terakhir sekitar pukul 11 siang, tapi masih masuk waktu wukuf karena dimulai ba’da zawal,” jelasnya.
2. Mobilisasi Armuzna Berjalan, Meski Dihadapkan Tantangan
Ia juga mencermati proses perpindahan dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina yang mengalami kepadatan. Namun, kondisi itu dianggap wajar dan justru menjadi bagian dari ibadah.
“Sebagian jemaah memilih jalan kaki karena tidak sabar menunggu bus. Itu bagian dari semangat ibadah dan pengorbanan. Jalan kaki pun berpahala,” ucapnya.
3. Tawaf Ifadah Dilakukan Penuh
Tawaf ifadah, sebagai rukun inti kedua dalam mazhab Imam Malik setelah wukuf, juga berhasil ditunaikan seluruh jemaah Indonesia.
“Dua rukun utama menurut Imam Malik—wukuf dan tawaf ifadah—Alhamdulillah sudah tertunaikan. Kalau ada kekurangan, itu biasa dan tidak mengurangi makna ibadah,” imbuhnya.
4. Refleksi dari Masa ke Masa: Dulu Masak Sendiri, Kini Semua Disiapkan
Kiai Said juga mengenang masa awal dirinya berhaji pada tahun 2001. Saat itu, jemaah harus menyiapkan makanan sendiri, bahkan membawa beras dan kompor dari Indonesia.
“Sekarang semua lebih mudah dan tertata. Maka sepatutnya kita banyak bersyukur dan jangan mudah mengeluh,” ujarnya penuh makna.
KH Said mengingatkan bahwa setiap jemaah membawa kisah spiritualnya masing-masing, dan tidak semuanya indah. Namun, semua adalah bagian dari ujian keikhlasan dan kesabaran.
“Saya teringat dawuh KH Mustofa Bisri: satu juta jemaah, satu juta cerita. Dan itu semua bagian dari ibadah yang akan dikenang seumur hidup,” katanya.
Menutup refleksinya, KH Said Asrori menegaskan bahwa haji yang tampak sempurna di permukaan belum tentu bermakna jika tidak membekas dalam jiwa dan tidak mendorong perubahan akhlak.
“Pelaksanaan haji boleh saja sempurna secara teknis, tapi kalau tidak mabrur, maka percuma saja. Esensi haji ada pada niat, keikhlasan, dan perubahan diri,” pungkasnya. (afifun nidlom)