Menguak Radio Pemberontakan Bung Tomo

Menguak Radio Pemberontakan Bung Tomo
*) Oleh : Nanang Purwono, S.Pd
Jurnalis Senior dan Pegiat Sejarah
www.majelistabligh.id -

Banyak yang telah mengenal Bung Tomo sebagai tokoh sentral pertempuran Surabaya 10 November 1945, terutama melalui pidato-pidatonya yang menggugah semangat rakyat lewat siaran radio dari Jalan Mawar 10, Surabaya.

Namun, tidak banyak yang mengetahui seperti apa sebenarnya perangkat pemancar radio yang digunakan saat itu.

Selama ini, sebagian orang mengira alat tersebut hanyalah radio penerima tua, seperti merek Erres atau Philips, yang sering dikaitkan dengan sosok Bung Tomo.

Faktanya, Bung Tomo menggunakan radio pemancar, bukan radio penerima. Dan yang lebih menarik, radio pemancar tersebut bersifat portabel, bisa dibawa berpindah-pindah dari Surabaya, lalu ke Bangil, hingga Malang.

Perangkat pemancar ini dikenal dengan sebutan “Radio Pemberontakan”, sebuah radio rakitan yang menjadi senjata komunikasi utama Bung Tomo dalam membakar semangat rakyat Surabaya melawan pasukan Sekutu pasca-Proklamasi Kemerdekaan.

Radio tersebut awalnya berasal dari pemancar kecil milik Hasan Basri, seorang sahabat Bung Tomo yang memiliki keahlian teknik.

Pemancar itu kemudian diperkuat dengan komponen bekas pemancar buatan Jepang yang diberikan oleh Menteri Pertahanan saat itu, drg. Moestopo.

Hasilnya adalah sebuah perangkat pemancar yang lebih kuat dan mampu menjangkau wilayah-wilayah di luar Surabaya, seperti Malang, Solo, hingga Yogyakarta.

Siaran Bung Tomo yang penuh semangat—dengan pekik “Merdeka atau Mati!” dan takbir yang menggema. Berhasil menyatukan dan membakar semangat perlawanan rakyat Indonesia.

Bahkan, dunia internasional pun turut menaruh perhatian, terutama melalui siaran berbahasa Inggris yang disampaikan oleh K’tut Tantri, seorang simpatisan asal Skotlandia yang bergabung dalam perjuangan Indonesia.

Karena itulah, radio pemancar ini bukan sekadar alat komunikasi, melainkan simbol perjuangan, perlawanan, dan persatuan bangsa Indonesia.

Kini, sudah saatnya publik mengetahui dan melihat secara langsung bentuk serta wujud teknis dari perangkat bersejarah ini.

Dibutuhkan wahana yang layak—sebuah museum khusus perjuangan Bung Tomo, untuk memvisualisasikan sejarah dan teknologi perjuangan tersebut secara otentik.

Lokasinya tak lain adalah Jalan Mawar 10, Surabaya, yang bukan sekadar tempat biasa, melainkan situs sejarah yang masih menyimpan yoni—energi perjuangan—dari masa revolusi.

Upaya pelestarian ini telah dirintis oleh sebuah gerakan dari Surabaya, yang telah menjalin komunikasi dengan keluarga Bung Tomo di Jakarta dan akan diteruskan hingga ke Presiden Republik Indonesia.

Tujuannya tak lain adalah untuk menjaga dan merawat nilai-nilai kejuangan bangsa.

Sebagai bagian dari wahana edukasi dan inspirasi, museum Bung Tomo diharapkan tidak hanya menampilkan artefak sejarah, tapi juga sebuah perangkat radio pemancar yang autentik atau replikanya, sebagai aktualisasi semangat perjuangan dalam konteks kekinian. (*)

Tinggalkan Balasan

Search