Sejak abad ke-19, para orientalis telah berkonsentrasi pada studi hadis di Barat. Mereka tidak hanya meneliti hadis sebagai teks keagamaan, tetapi juga mempertanyakannya sebagai sumber ajaran Islam. Dalam kacamata historis-kritis, hadis dipandang bukan sebagai wahyu atau sunnah Nabi ﷺ, melainkan hasil rekayasa sosial-politik generasi awal Islam. Pandangan ini melahirkan skeptisisme mendalam: hampir semua hadis dipandang tidak autentik.
Namun, tirai skeptisisme ini tidak dibiarkan begitu saja. Ulama besar seperti Muḥammad Abū Syuhbah dan Muḥammad Muṣṭafā al-A‘ẓamī tampil memberikan bantahan ilmiah yang kokoh, menyingkap kelemahan metodologi orientalis, dan membuktikan kembali otoritas hadis sebagai sumber ajaran Islam.
Akar Skeptisisme Orientalis
Ignaz Goldziher (1850–1921) dan Joseph Schacht (1902–1969) adalah dua nama yang paling berpengaruh dalam membangun struktur skeptisisme hadis.
Goldziher berpendapat bahwa mayoritas hadis hanyalah cermin dari dinamika sosial, politik, dan mazhab yang muncul setelah wafatnya Nabi ﷺ. Menurutnya, hadis tidak lebih dari legitimasi belakangan atas kepentingan umat.
Schacht melangkah lebih jauh. Ia menyatakan sanad hanyalah rekayasa, seolah-olah “diproyeksikan ke masa lalu” untuk memperkuat otoritas hukum. Menurutnya, hadis hukum baru muncul menjelang abad kedua Hijriah.
Kedua tokoh ini meletakkan dasar bahwa semakin panjang sebuah sanad, semakin besar pula kecurigaan bahwa ia hasil fabrikasi. Logika terbalik inilah yang kemudian menyuburkan skeptisisme terhadap hampir seluruh hadis.
Bantahan Muḥammad Abū Syuhbah
Dalam kitab Difāʿ ʿan al-Sunnah wa-Radd Shubuhāt al-Mustashriqīn, Abū Syuhbah dengan tegas menolak tuduhan orientalis. Beberapa poin pentingnya adalah:
- Hadis sudah ditulis sejak masa sahabat – Ia menunjukkan bukti seperti Ṣaḥīfah Hammām ibn Munabbih yang berasal dari murid langsung sahabat Abu Hurairah. Ini membuktikan bahwa penulisan hadis bukanlah fenomena abad ketiga, melainkan berakar dari generasi awal.
- Sanad adalah metode jenius umat Islam – Bagi Abū Syuhbah, sistem sanad dengan kritik perawi dan matan bukan rekayasa, tetapi mekanisme ilmiah yang belum pernah dikenal peradaban lain.
- Orientalis membawa agenda ideologis – Ia mengingatkan, skeptisisme orientalis bukanlah penelitian netral, melainkan usaha untuk meruntuhkan kepercayaan umat Islam terhadap Sunnah, sehingga hukum Islam bisa dilemahkan.
Bantahan Muḥammad Muṣṭafā al-A‘ẓamī
Al-A‘ẓamī menulis On Schacht’s Origins of Muhammadan Jurisprudence untuk membongkar kelemahan metodologi Schacht.
- Dokumentasi hadis sangat awal – Ia membuktikan keberadaan manuskrip hadis abad pertama dan kedua hijriah. Ini menolak klaim bahwa hadis baru dikodifikasi belakangan.
- Kekeliruan “argumen dari diam” – Schacht menolak hadis hanya karena tidak disebut dalam teks tertentu. Al-A‘ẓamī menilai cara ini tidak ilmiah: ketiadaan bukti bukan berarti bukti ketiadaan.
- Keaslian sanad – Analisis ribuan sanad menunjukkan keragaman jalur periwayatan yang mustahil direkayasa massal. Variasi itu justru menegaskan adanya transmisi nyata.
- Peran sahabat dan tabi‘in – Al-A‘ẓamī menampilkan bukti biografis perawi awal yang aktif mengajarkan hadis, memperkuat bahwa periwayatan hadis berlangsung kontinu sejak generasi sahabat.
Skeptisisme orientalis lahir dari kerangka pikir sekuler yang memandang hadis hanya sebagai produk sejarah. Namun, bantahan Abū Syuhbah dan al-A‘ẓamī mengungkap bahwa skeptisisme itu lebih rapuh dari yang dibayangkan. Dokumentasi hadis sejak generasi sahabat, keunikan sistem sanad, dan bukti manuskrip awal menjadi saksi bahwa Sunnah Nabi ﷺ terjaga.
Tirai skeptisisme memang sempat menutupi cahaya hadis, tetapi bantahan ulama membuka kembali jalan terang: hadis bukan sekadar warisan, melainkan sumber hidup yang otentik dan tak tergantikan bagi umat Islam sepanjang zaman. (*)
Bacaan Rekomendasi:
- Muḥammad Abū Syuhbah, Difāʿ ʿan al-Sunnah wa-Radd Shubuhāt al-Mustashriqīn, Dār al-Qalam.
- M. M. al-A‘ẓamī, On Schacht’s Origins of Muhammadan Jurisprudence, John Wiley & Sons.——, Studies in Early Hadith Literature, al-Maʿārif.
- Ignaz Goldziher, Muhammedanische Studien.
- Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence
