Pernah nggak sih kamu merasa badan udah rebahan, lampu kamar udah mati, tapi pikiran masih menyala kayak lampu jalan tol? Kepala muter terus mikirin hal-hal yang belum tentu kejadian. Bukan mikirin jawaban ujian atau tugas kuliah, tapi mikirin skenario yang belum tentu nyata. Kayak: “Kalau aku gagal gimana?” “Kalau nanti dia marah?”, “Kalau ini salah langkah gimana ya?”
Kalau kamu pernah ngalamin itu, kamu nggak sendirian. Itu namanya overthinking.
Overthinking itu ibarat muter-muter di labirin yang kita ciptain sendiri. Awalnya cuma satu masalah kecil. Namun pelan-pelan, dia berkembang. Dari mikirin omongan orang, nyambung ke masa lalu, terus tiba-tiba mikirin masa depan yang belum jelas bentuknya.
Dan biasanya, akar dari semua itu adalah satu “ketidaktahuan”.
Kita overthinking karena nggak ngerti. Karena kurang ilmu. Karena belum tahu bagaimana menyikapi sesuatu dengan bijak. Misal otak kita itu kalau kosong, gampang diisi sama asumsi. Gampang ditumpukin sama rasa takut, prasangka, sampai panik yang nggak perlu.
Nah, di titik ini, ilmu itu jadi kunci. Wawasan jadi penyelamat. Karena ketika kita tahu, kita jadi lebih tenang.
Rasulullah pernah bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan menjadikannya paham dalam urusan agama.” (HR. Bukhari no. 71, Muslim no. 1037)
Coba renungkan baik-baik. Nabi tidak mengatakan, “Barangsiapa yang diberi kekayaan, maka itu tanda kebaikan.” Bukan pula, “Barangsiapa yang punya banyak teman.” Tapi difahamkan agama. Karena dengan pemahaman itu, hidup jadi terarah. Pikiran jadi tenang. Kita tahu mana yang harus diikhtiarkan dan mana yang cukup diserahkan pada Allah.
Contohnya begini. Kalau seseorang paham bahwa rezeki itu sudah dijamin oleh Allah sebagaimana terpaut dalam QS. Hud: 6:
“Dan tidak ada satu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya…” (QS. Hud: 6)
Maka dia nggak akan panik berlebihan saat usahanya belum berhasil. Dia tetap kerja keras, tapi hatinya tenang. Dia tahu, hasil bukan urusannya. Tugasnya cuma ikhtiar terbaik. Sisanya? Ya (tawakkal) Serahkan pada Yang Maha Kuasa.
Ilmu dan wawasan : cahaya di tengah kegelapan
Orang yang berilmu itu seperti punya saringan di kepalanya. Nggak semua hal dimasukin ke dalam hati. Dia tahu kapan harus serius, kapan cukup senyum. Dia nggak gampang baper, nggak gampang curiga. Karena dia paham, hidup ini ada polanya, ada sunnatullah-nya.
Ketika diuji, dia refleksi. Ketika gagal, dia belajar. Ketika disakiti, dia sabar. Nggak langsung meledak-ledak atau nyalahin diri sendiri. Semua itu terjadi karena ada bekal ilmu yang menemani pikirannya.
Itulah kenapa ulama dulu mengatakan “Al-ilmu nuuron – ilmu itu cahaya.”
Overthinking itu gelap. Tapi begitu kita punya ilmu, cahaya itu muncul. Kita jadi bisa lihat jalan keluarnya. Kita bisa bedain mana masalah nyata, mana cuman asumsi. Mana yang harus dipikirin, mana yang cukup.
Kita bisa lihat di sekitar kita. Orang yang luas wawasannya, lebih tenang hidupnya. Dia nggak mudah panik saat krisis. Dia nggak gampang menilai buruk orang lain. Karena dia tahu, setiap hal ada alasannya. Setiap sikap ada latar belakangnya.
Sementara itu, orang yang kurang wawasan cenderung reaktif. Sedikit-sedikit khawatir. Dikit-dikit curiga. Dan akhirnya capek sendiri. Di sinilah pentingnya nambah ilmu, nambah wawasan, baik dari buku, nasihat guru, pengalaman hidup, sampai kajian-kajian keislaman.
Ilmu Agama: Obat Jiwa yang Paling Ampuh
Khususnya ilmu agama. Karena ilmu inilah yang bukan cuma menjelaskan dunia, tapi juga menjelaskan diri kita sendiri. Ilmu agama ngajarin kita soal takdir, soal sabar, soal ikhlas, soal hikmah dari ujian. Ini bukan cuma teori, tapi kebutuhan mental sehari-hari.
Misalnya, orang yang tahu bahwa musibah adalah bagian dari penghapus dosa (HR. Bukhari no. 5641) akan lebih kuat saat diuji. Dia nggak akan bilang, “Kenapa aku, Ya Allah?” Tapi dia akan bilang, “Ini mungkin bentuk cinta-Nya, biar aku kembali pada-Nya.”
Orang yang tahu bahwa doa itu senjata, dia nggak akan panik saat semua jalan kelihatan buntu. Karena dia tahu, masih ada langit yang terbuka untuk diminta.
Maka, belajar itu bukan cuma buat pintar. Tapi juga buat menenangkan diri. Buat melatih hati supaya kuat. Banyak orang yang kuat fisik, tapi roboh saat masalah datang. Karena mentalnya nggak terlatih. Jiwanya kosong dari petunjuk. Maka isilah jiwamu dengan ilmu. Karena ilmu itu menumbuhkan keyakinan. Dan keyakinan itulah yang dapat melawan overthinking.
Ganti Overthinking- mu dengan Overlearning
Kalau kamu sering overthinking, mungkin bukan karena kamu lemah. Tapi karena kamu belum cukup ngerti. Maka, ganti overthinking-mu dengan overlearning, Cari tahu. Dalami. Buka Qur’an. Dengar ceramah. Tanya guru. Baca buku. Sering sering cerita sama orang bijak.
Semakin kamu tahu, semakin kecil ruang untuk cemas. Karena kamu tahu ke mana harus melangkah, tahu apa yang bisa kamu kontrol, dan tahu apa yang cukup kamu serahkan kepada Allah.
Jangan biarkan kepalamu gelap karena kurang ilmu. Nyalakan cahaya itu. Dan insyaAllah, kamu akan merasa lebih damai. Seperti kata Nabi, ilmu adalah tanda bahwa Allah sedang memberimu kebaikan.
Dan kalau kamu sudah punya ilmu itu, insyaAllah.. overthinking akan pelan pelan berubah menjadi ketenangan. (*)
