Kejahatan yang terorganisir untuk meruntuhkan Islam, pasti akan terbongkar. Terbongkarnya kejahatan itu bisa jadi disebabkan oleh adanya celah atau kekurangsempurnaan dalam menutupi kejahatan itu.
Namun, Al-Qur’an akan membuka tabir itu dengan menunjukkan pembicaraan dari pihak-pihak yang bersinergi.
Mereka yang dahulunya diperalat merasa menyesal dan menyalahkan pihak-pihak yang menjebaknya.
Pihak tertuduh menunjukkan argumentasinya bahwa bukan dirinya yang salah, tetapi karena kebodohan mereka lah yang membuatnya ikut terlibat dalam kejahatan.
Penyesalan tak berguna karena pada saat itu hari pembalasan atas perbuatan, bukan hari pembelaan.
Sinergi Jahat
Sinergi kejahatan saat di dunia seringkali berjalan mulus hingga meruntuhkan tatanan yang kebaikan yang sudah ditata sedemikian sungguh-sungguh.
Hal ini disebabkan sangat rapi dan sistematisnya, serta saling menopang dan menutupi kebusukannya dari para pihak.
Dengan demikian, tatanan yang bagus pun bisa runtuh, tereliminasi begitu cepat dan mudah oleh sinergi pelaku kejahatan.
Suatu negara yang kaya dan mapan, penduduknya makmur, dan sejahtera bisa berubah menjadi miskin penuh pergolakan, menderita, dan pesakitan.
Penduduk aslinya sebagian besar hidup terlunta-lunta seperti era perbudakan. Mereka yang tak berdaya. hidup dalam kemiskinan, berjuang hidup di bawah bayang-bayang sistem yang korup.
Mereka hidup tanpa bisa menikmati sumberdaya alam yang melimpah sementara elite pemimpinnya hidup dalam kemewahan bersama para penjahat dan penjilat.
Mereka berhasil saling menutupi berbagai kebusukan dengan memanfaatkan orang-orang lemah yang mudah diperalat untuk mempermulus kepentingannya.
Namun Al-Qur’an mengungkap sinergi busuk itu dengan mengungkap motif kejahatannya. Para pihak yang selama ini diperalat untuk menghancurkan tatanan, mengeluarkan uneg-unegnya.
Mereka menyesal atas berbagai kejahatan yang telah mereka lakukan. Dalam hal ini, pihak yang lemah, mengungkapkan penyesalannya karena tipu daya yang dilakukan pihak yang kuat.
Pihak yang kuat pun menyerang baik bahwa dirinya tak pantas disalahkan. Yang disalahkan seharusnya mereka sendiri yang lemah, bodoh sehingga mudah diperalat untuk bersama-sama melakukan kejahatan.
Keduanya saling berlepas diri dari tanggung jawab. Di antara keduanya saling tuduh lawannya guna membersihkan diri, dan ingin terbebas dari hukuman dari Allah.
Orang-orang yang dianggap lemah menyampaikan bahwa dirinya masuk neraka karena tipu daya orang yang hidup mapan.
Mereka menyesal kenapa tidak menjadi orang beriman. Hal ini dinarasikan dengan baik oleh Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَن نُّؤۡمِنَ بِهَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ وَلَا بِٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ ۗ وَلَوۡ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّٰلِمُونَ مَوۡقُوفُونَ عِندَ رَبِّهِمۡ يَرۡجِعُ بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٍ ٱلۡقَوۡلَ يَقُولُ ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ لَوۡلَآ أَنتُمۡ لَكُنَّا مُؤۡمِنِينَ
“Dan orang-orang kafir berkata, “Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al-Quran ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya”. Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhan-nya, sebagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, “Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”. (QS. Saba : 31)
Karena dituduh sebagai biang kerok dan penyebab masuk neraka, maka pihak yang kuat mengelak dan membersihkan dirinya. Kebodohan dan jiwa pendosa lah yang membuat mereka mudah diperalat. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firmannya ;
قَالَ ٱلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ لِلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُوٓاْ أَنَحۡنُ صَدَدۡنَٰكُمۡ عَنِ ٱلۡهُدَىٰ بَعۡدَ إِذۡ جَآءَكُم ۖ بَلۡ كُنتُم مُّجۡرِمِينَ
“Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, “Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa”. (QS. Saba :32)
Dituduh sebagai pendosa, mereka yang dahulunya lemah itu mengungkapkan bahwa kejahatan yang terus berlangsung karena berbagai tipu daya sehingga bisa membujuk semua pihak yang membantu kejahatannya.
Berbagai cara untuk membujuknya dilakukan, baik secara halus maupun terbuka. Persekutuan jahat itu benar-benar menjauhkan dirinya dari perbuatan yang dilarang Allah, guna merusak risalah Islam. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ بَلۡ مَكۡرُ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ إِذۡ تَأۡمُرُونَنَآ أَن نَّكۡفُرَ بِٱللَّهِ وَنَجۡعَلَ لَهُۥٓ أَندَادٗا ۚ وَأَسَرُّواْ ٱلنَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُاْ ٱلۡعَذَابَ ۚ وَجَعَلۡنَا ٱلۡأَغۡلَٰلَ فِيٓ أَعۡنَاقِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ۖ هَلۡ يُجۡزَوۡنَ إِلَّا مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, “(Tidak), sebenarnya tipu daya(mu) pada waktu malam dan siang (yang menghalangi kami) ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan, tatkala mereka melihat azab. Dan kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas, melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Saba : 33)
Penyesalan itu tiada guna. Bukankah para pembunuh dalam melakukan pembunuhan atas perintah majikannya.
Bukankah para pelaku korupsi atas instruksi dan perintah pimpinannya. Bukankah para perampas tanah rakyat dilakukan karena atas perintah sang pemilik modal. Termasuk para pelaku kejahatan untuk merusak sistem kenegaraan atas perintah penguasa ?
Semua itu terungkap secara terbuka pada pengadilan akherat. Tak akan ada lagi pihak-pihak yang terzalimi ketika hari itu terjadi.
Allah benar-benar menegakkan keadilan. Pihak yang bersinergi dalam tindak kejahatan akan mendapat hukuman sesuai dengan ketentuan Allah.
Konspirasi kejahatan benar-benar terungkap sehingga melahirkan penyesalan mendalam. Pelaku dosa memasuki tempat yang akan membinasakan fisik, menghancurkan pikiran, dan meremukkan hati. Buah kejahatan sistematis telah di depan mata. Penyesalan tidak guna. (*)
Surabaya, 1 Juli 2025
