Hidup Bersama Jamaah

*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf

Pagi ini jam 7, kebetulan ada jamaah ranting sakit. Hasil diagnosis dokter, dia harus operasi. Saya kebagian menyopiri alias mengantarnya ke Rumah Sakit Saiful Anwar Malang.

Beruntung ada Kartu Indonesia Sehat (KIS), sehingga beban perawatan tidak memberatkan.

Terima kasih yang telah membuat kebijakan sehingga beberapa jamaah yang kebetulan di uji sakit tidak banyak beban karena bantuan yang banyak maslahat.

***

Jamaah berikutnya yang pagi ini saya perhatikan adalah Mbak Sumami, biasa dipanggil Mbak Mami. Dia rajin jamaah salat subuh, maghrib dan isya, zuhur dan ashar. Dia salat di ladang tempat mencari rumput untuk sembilan ekor sapinya.

Mbak Mami dikenal rajin dan suka memberi setiap ada pengajian ranting atau khataman atau lainnya. Dia selalu membawa satu ekor ingkung. Ditambah dua nampan gethuk talas dan dua nampan urap daun ketela, bayam, kelor. Dan tak lupa lima liter susu segar. Semua hasil produk sendiri.

Mbak Mami hanya tamatan SD kelas lima. Saya tak tahu bagaimana dia menjadi Muhammadiyah. Bapaknya adalah dukun kesohor yang bisa menggandakan uang dan jujugan banyak orang yang punya hajat.

Suaminya seorang NU tulen. Dua anaknya aktif tayuban semacam tarian mabuk-mabukan. Satu anaknya guru ngaji di masjid Padhang Maksyar sering mengeluh dan ingin berhenti karena suaminya yang aktivis Anshor tidak berkenan.

Mbak Mami adalah aktivis Aisyiyah di ranting. Dia tak pernah baca Anggaran Dasar, tidak kenal ketua PP, Ketua Wilayah atau Daerah.

Dia juga nggak pernah diundang saat Cabang atau Daerah bikin acara. Dia hanya aktivis Aisyiyah kelas ranting yang tidak dikenal.

Mbak Mami punya tiga seragam Aisyiyah yang ia beli dengan cara nyicil di Koperasi Ranting. Dia bangga memakainya setiap Jumat sore saat pengajian rutin Aisyiyah.

***

Mbak Mami mungkin salah satu dari jutaan jamaah Muhammadiyah akar rumput yang tidak masuk kategori Islam Berkemajuan: sebab tak pernah baca koran, tak kenal shinta apalagi scopus dan tak pernah mengenyam pendidikan yagg layak. Dia juga tak kenal WA, IG, Tiktok, FB atau lainnya sebagai indikator orang maju.

Mbak Mami hanya sempat sekolah kelas 5 sekolah dasar lantaran orang tuanya tak cukup punya biaya.

Mbak Mami harus membantu meringankan beban adik- adiknya dengan bekerja di ladang mencari rumput dan kayu bakar untuk dijual. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News