Penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M menjadi tonggak sejarah baru bagi pelayanan jemaah haji Indonesia. Untuk pertama kalinya, Kementerian Agama RI menerapkan tiga terobosan strategis: keterbukaan data jemaah haji khusus, efisiensi biaya tanpa menurunkan mutu layanan, dan skema multi syarikah untuk menjamin persaingan sehat antarpelayan jemaah di Arab Saudi.
Langkah-langkah ini menandai semangat baru dalam tata kelola haji yang lebih adil dan partisipatif. “Ini bukan sekadar perubahan prosedural. Ini transformasi sistemik menuju pelayanan jemaah yang bermartabat,” ujar Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, di Jakarta, Sabtu (5/7/2025).
1. Nama Jemaah Haji Khusus Kini Terbuka untuk Umum
Salah satu gebrakan utama adalah keterbukaan data jemaah haji khusus. Untuk pertama kalinya, pemerintah mengumumkan secara resmi daftar nama jemaah haji khusus yang berhak melunasi biaya haji.
“Sejak 23 Januari 2025, siapa pun bisa mengakses daftar nama ini. Transparansi ini kami hadirkan sebagai bentuk tanggung jawab publik dan amanah dari DPR RI,” kata Hilman.
Tahun ini, pelunasan terbagi dua tahap. Tahap pertama (24 Jan–7 Feb) diikuti oleh 14.467 jemaah. Tahap kedua (14–21 Feb) disusul 1.838 jemaah, sehingga total kuota 16.305 jemaah haji khusus terpenuhi seluruhnya. Pemerintah juga mengumumkan daftar nama jemaah yang telah melunasi sebagai bentuk akuntabilitas.
2. Dana Haji Lebih Efisien, Layanan Tak Berkurang
Terobosan kedua menyentuh aspek ekonomi. Pemerintah dan DPR menetapkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini sebesar Rp89,41 juta, turun sekitar Rp4 juta dari tahun sebelumnya.
Menariknya, penggunaan nilai manfaat per jemaah juga berkurang, dari Rp37 juta (2024) menjadi Rp33,9 juta (2025). Meski demikian, kualitas layanan tetap optimal. Jemaah tetap menikmati tiga kali makan per hari, termasuk makanan siap saji bercita rasa Nusantara.
Secara total, jemaah haji tahun ini memperoleh 127 kali layanan makan—84 kali di Makkah, 27 kali di Madinah, dan 16 kali selama puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Layanan transportasi dan akomodasi pun tetap nyaman dan terstandar tinggi.
Presiden RI terpilih Prabowo Subianto turut memberikan perhatian serius terhadap efisiensi dana ini. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara keterjangkauan biaya dan kualitas pelayanan jemaah.
3. Skema Multi Syarikah, Lawan Monopoli dan Tingkatkan Mutu
Terobosan ketiga, yakni penerapan skema multi syarikah, dinilai sebagai langkah monumental untuk memecah dominasi satu penyedia layanan di Arab Saudi. Tahun ini, Indonesia bekerja sama dengan delapan syarikah: Al Bait Al Guest, Rakeen Mashariq, Rehlat & Manafea, Rifad, Rawaf Mina, Sana Mahsaariq, MCDC, dan Al Rifadah.
“Sistem ini membuat layanan lebih kompetitif. Meskipun sempat muncul tantangan teknis, semuanya bisa diatasi lewat koordinasi terpadu,” jelas Hilman.
Apresiasi atas keberhasilan skema ini datang dari Wakil Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Abdul Fattah Mashat, dan Asisten Deputi Operasional Haji Saudi, Dr. Eyad Rahbini. Mereka menilai koordinasi antara delapan syarikah, PPIH Arab Saudi, dan Kementerian Haji berjalan efektif dan menjadi model kemitraan internasional.
“Saya menyampaikan tahni’ah (ucapan selamat) kepada seluruh jemaah Indonesia. Haji tahun ini berjalan sukses dengan pengelolaan yang bijak dan rapi,” ujar Wamenhaj Mashat dalam kunjungannya ke Daker Makkah.
Ketiga terobosan ini menjadi fondasi kuat untuk penyelenggaraan haji Indonesia yang lebih modern, transparan, dan berorientasi pada keadilan. Pemerintah menegaskan bahwa ibadah haji bukanlah hak eksklusif bagi mereka yang punya kekuatan ekonomi, tapi hak seluruh umat Islam yang terpanggil memenuhi rukun Islam kelima.
“Ini komitmen kami—membangun haji yang bermartabat, transparan, dan berpihak pada jemaah,” tegas Hilman Latief.
Hingga 5 Juli 2025, sebanyak 168.007 jemaah telah kembali ke Tanah Air dalam 432 kelompok terbang (kloter). Sementara itu, 93 kloter masih berada di Madinah dan dijadwalkan pulang hingga 10 Juli 2025. (afifun nidlom)