Istikamah Itu Lillaah, Billaah Dan ‘Ala Amrillaah

www.majelistabligh.id -

*)Oleh: Zainal Arifin, S.Pd
Anggota Korps Muballigh Muhammadiyah Kab. Sampang

Kata itikamah adalah kata yang sering dan sangat ringan diucapkan, terutama untuk menekankan kepada amaliah yang senantiasa dilakukan secara terus menerus. Terkadang menjadi kata yang mengiringi doa kepada seseorang supaya tetap berada dalam kebenaran atau kebaikan.

Kata Istikamah berasal dari Istiqooma – Yastaqimu – Istiqoomatan, yang artinya tegak lurus, tetap, sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.

Dalam makna yang luas, istikamah berarti bersikap teguh untuk melakukan suatu kebaikan, membela dan mempertahankan keimanan dan keislaman meskipun harus menghadapi segala cobaan.

Seseorang yang telah mengikat janji, akan begini dan begitu, lalu ia konsisten dan konsekuen dengan janjinya itu, tidak mau mengingkarinya sedikitpun, berarti orang itu istikamah.

Istikamah adalah anjuran Rasulullah

Suatu saat seorang sahabat yang bernama Sufyan ibn ‘Abdillah bertanya kepada Rasulullah tentang suatu amalan yang merupakan intisari dari ajaran Islam yang dia tidak perlu lagi bertanya kepada siapa pun, maka Rasulullah menjawab

“Katakanlah: saya beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah” (HR. Muslim).

Beriman kepada Allah dengan penuh istkamah artinya memiliki komitmen yang kuat dalam keimanannya itu dengan menjalankan semua yang diperintahkan dan meninggalkan segala hal yang dilarang-Nya.

Setan Musuh Orang yang Istikamah

Musuh orang istikamah adalah setan yang terkutuk. Setan tidak menyukai orang-orang yang teguh pendirian dan tetap komitmen dalam keimanannya.

Oleh karena itu, ia berusaha dengan berbagai cara agar manusia tergelincir dari sikap istikamahnya sehingga mau menuruti apa yang menjadi kemauan setan.

Usaha setan untuk menggelincirkan manusia itu dilakukan dengan berbagai jalan.

Jika dari depan tidak bisa, maka setan akan menggodanya dari belakang, dan jika tidak bisa maka akan digodanya dari arah kanan, dan jika masih tidak bisa akan digodanya dari arah kiri.

Gambaran tentang tekat dan daya upaya syetan menggoda manusia ini sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam surat al-A’raf ayat 17:

ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاۤىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
“Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. al-A’raf: 17).

Tidak bisa Istikamah kecuali Lillah, Billah dan ‘ala Amrillaah

Tiga prinsip dalam kita beristikamah dan konsisten dengan nilai-nilai kebenaran.

Pertama, Lillah, artinya murni dan ikhlas karena Allah Swt, mengharapkan pahala dan ridaNya, sebagaimana semua perintah dan ibadah kepada Allah harus memurnikan keikhlasan karena Allah Swt.

Allah berfirman dalam Al Bayyinah ayat 6,

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ۝٥
“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah)…”

Jadi keikhlasan hati menjadi penentu kualitas keistikamahan seseorang. Hal ini karena ibadah yang karena Allah akan berbuah pahala yang senantiasa kekal seiring dengan kekalnya Allah Swt.

Kedua, Billah, artinya senantiasa memohon pertolongan Allah untuk bisa bersikap istikamah dan mendapatkan pahala dari Allah. Karena Istikamah itu adalah ibadah maka semestinya kita senantiasa memohon pertolongan Allah untuk dapat merealisasikannya.

Sebagaimana ikrar kita dalam surat al Fatihah ayat 5

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ۝٥
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”

Tak heran, Imam Hasan Bashri, seorang tabi’in senior ketika membaca ayat tentang keutamaan orang mukmin yang istikamah maka beliau langsung menengadahkan tangan dan berdoa,

“Allohumma anta Robbuna, Farzuqna al Istiqomah”
( Ya Allah, Engkaulah Rabb kami, berikan kami keistikamahan)

Ketiga, ‘Ala amrillaah, artinya menjalani prinsip istikamah dalam beragama ini di atas manhaj yang benar dan lurus, di atas shiratal mustaqim atau jalan yang lurus sesuai yang telah Allah perintahkan kepada para hambaNya.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Hud ayat 112 yang berbunyi,

فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ۝١١٢
“Maka, tetaplah (di jalan yang benar), sebagaimana engkau (Nabi Muhammad) telah diperintahkan. Begitu pula orang yang bertobat bersamamu. Janganlah kamu melampaui batas! Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Oleh karena ini para sahabat dan salafus shalih memberikan pengertian istikamah dengan berbagai redaksi yang semuanya saling menguatkan satu dengan lainnya.

Sebagaimana sahabat Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud “orang-orang yang istiqomah” dalam Al qur’an ialah orang yang menunaikan kewajiban-kewajiban mereka.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah menjelaskan makna istikamah yaitu meniti jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, dengan tanpa membelok ke kanan atau ke kiri.

Jadi Istilah istikamah mencakup melakukan semua ketaatan yang lahir dan yang batin dan meninggalkan semua perkara yang dilarang. Istikamah yang meliputi hati, perkataan dan perbuatan.

Maka wasiat Rasul tentang istikamah mencakup seluruh ajaran agama.

“Ya Allah tolonglah dan bimbinglah kami dalam meniti jalan Istikamah. Amin.”

Wallohu A’lam bish showab.

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

Tinggalkan Balasan

Search