KH. Sholihin Fanani: Jangan Cari Jabatan, Bermuhammadiyahlah dengan Keteladanan

www.majelistabligh.id -

Dalam suasana pagi yang sejuk dan penuh semangat, Kuliah Subuh pada hari kedua Pendidikan dan Latihan Khusus Pimpinan (Diksuspim) Regional 1 Sulawesi di Kota Makassar, pada Sabtu (14/6/2025), menghadirkan tausiyah bermakna dari salah satu fasilitator utama, Dr. KH. Muhammad Sholihin Fanani.

Mengangkat tema “Bermuhammadiyah dengan Benar”, Kiai Sholihin—begitu beliau akrab disapa—mengajak seluruh peserta untuk meneguhkan kembali niat, memperkuat perjuangan, dan memperdalam komitmen berorganisasi dalam bingkai dakwah Islam yang murni dan menyeluruh.

Dalam pembukaannya, Kiai Sholihin mengajak peserta untuk memperbanyak syukur atas nikmat iman, Islam, serta kesempatan untuk terus belajar dan bertumbuh dalam dakwah.

“Kita harus banyak-banyak mengucap hamdalah dan memperbanyak salam kepada Rasulullah saw. Sebab, dengan memperbanyak hamdalah dan salam, Allah akan menambah nikmat. Tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga berupa hidayah, keteguhan iman, dan istiqomah dalam amal shalih,” ungkapnya.

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur ini juga menegaskan bahwa meningkatnya iman dan Islam seseorang tidak hanya dilihat dari banyaknya hafalan atau panjangnya gelar akademik, melainkan dari tanda-tanda nyata dalam keseharian.

“Iman yang bertambah itu ditandai dengan semakin yakin kepada Allah, semakin rajin beribadah, semakin tulus dalam beramal, serta semakin jujur dan amanah dalam menjalani peran kehidupan,” jelasnya kepada para peserta yang memenuhi aula subuh tersebut.

Lima Pokok Bermuhammadiyah

Masuk pada inti materi, Kiai Sholihin menegaskan lima pokok penting dalam Bermuhammadiyah dengan Benar:

Pertama, bermuhammadiyah berarti menjadi Muslim yang kaffah—utuh dan menyeluruh dalam mempraktikkan Islam di berbagai aspek kehidupan.

“Bermuhammadiyah bukan sekadar menjadi anggota organisasi. Kita harus menjadi Muslim yang kaffah. Dalam akidah, bersih dari syirik dan takhayul. Dalam ibadah, mengikuti tuntunan Nabi. Dalam muamalah, menjunjung kejujuran, amanah, dan keadilan. Dalam akhlak, menampilkan sikap santun, ikhlas, dan sabar,” tegasnya.

Beliau menambahkan bahwa Muhammadiyah bukanlah organisasi biasa, melainkan gerakan dakwah yang mengusung semangat tajdid (pembaruan) dan pemurnian ajaran Islam.

Kedua, berorganisasi dengan amanah dan berdakwah dengan istiqomah. Sebagai organisasi besar yang berpengaruh, Muhammadiyah harus dikelola dengan nilai-nilai tanggung jawab dan integritas.

“Kita harus melayani, bukan mencari posisi. Amanah harus dijalankan dengan niat lillahi ta’ala, penuh tanggung jawab dan akuntabilitas, bukan hanya tampil dalam forum-forum resmi,” ucapnya dengan nada serius.

Ketiga, berdakwah dengan istiqomah. Dakwah bukan hanya khutbah di mimbar, tetapi dimulai dari hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

“Dakwah yang paling mengena adalah keteladanan—dalam pribadi, keluarga, bertetangga, bermasyarakat, hingga dalam kehidupan bernegara. Semua adalah ladang dakwah,” ungkapnya.

Keempat, bermuhammadiyah adalah berjuang dengan sabar. Dalam perjuangan akan ada ujian, fitnah, dan tantangan.

“Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Allah akan menolong hamba-Nya jika ia menolong saudaranya.’ Maka, kita harus tetap istiqomah dan menyabarkan diri dalam medan dakwah dan kerja sosial,” jelasnya.

Kelima, bermuhammadiyah berarti siap berkorban dengan ikhlas. Perjuangan dalam Muhammadiyah menuntut kesiapan berkorban harta, waktu, pikiran, bahkan perasaan.

Dalam kesempatan itu, Kiai Sholihin memetakan enam ladang dakwah utama bagi kader Muhammadiyah: pribadi, keluarga, tetangga, masyarakat, organisasi, dan negara. Semua ladang ini, katanya, harus dikelola dengan keteladanan dan konsistensi.

Ia juga mengingatkan bahwa perjuangan yang ikhlas adalah yang tidak berharap pujian manusia.

“Jangan berharap dipuji. Allah Maha Tahu. Ikhlaskan semua amal karena-Nya,” tambahnya, sembari mengutip beberapa kisah teladan dari para pendiri Muhammadiyah.

Karakter Utama Kader Muhammadiyah

Di akhir tausiyahnya, Kiai Sholihin menekankan pentingnya istiqomah sebagai karakter utama kader Muhammadiyah.

Menurutnya, banyak yang semangat di awal, tetapi hanya sedikit yang tetap hadir dan berkontribusi ketika suasana menjadi sepi.

“Jangan hanya semangat saat ramai. Kita butuh kader yang tetap hadir meski tidak ada sorotan kamera. Yang terus belajar, memperbaiki diri, dan aktif dalam kegiatan persyarikatan,” tuturnya.

Tausiyah ditutup dengan pengutipan QS. Ali-Imran ayat 110:

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”

Kuliah Subuh ini menjadi penyegar semangat bagi seluruh peserta Diksuspim yang datang dari berbagai wilayah Indonesia.

Tausiyah Kiai Sholihin bukan hanya memberikan wawasan keislaman, tetapi juga menggugah semangat berjuang sebagai kader Muhammadiyah yang kaffah, amanah, istiqomah, sabar, dan ikhlas.

“Mari kita terus memperbaiki niat, memperkuat amal, dan memperluas manfaat,” pungkasnya. (msf/wh)

Tinggalkan Balasan

Search