Cahaya dari Limbangan Batang, Menyemai Mubalighat Mencerahkan Peradaban

Cahaya dari Limbangan Batang, Menyemai Mubalighat Mencerahkan Peradaban
www.majelistabligh.id -

Oleh: Ernawati
Bidang Dakwah PDNA Kabupaten Batang Jateng

Di kaki langit utara Batang, tepatnya di Dukuh Limbangan Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang—sebuah titik hening yang memeluk perbukitan, hamparan kebun tebu, pohon karet yang menjulang, dan ladang-ladang hijau milik warga—terhampar ruang suci bagi jiwa-jiwa yang mengabdi.

Pada tanggal 5 dan 6 Juli 2025, ranting Limbangan Banyuputih menjadi tuan rumah bagi sebuah peristiwa ruhani, Pelatihan Mubalighat Nasyiatul Aisyiyah yang digelar oleh Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kabupaten Batang.

Para peserta, berjumlah 24 orang, datang dari pelbagai penjuru: dari ranting, cabang, hingga daerah. Mereka adalah kader pilihan, calon penyala cahaya di tengah gelap zaman. Bersama mereka, hadir pula jajaran Pimpinan PDNA Kabupaten Batang sejumlah 15 orang, menjadikan forum ini bukan hanya ruang belajar, tapi juga ruang mengokohkan komitmen gerakan.

Mereka menembus jalan Pantura yang riuh, lalu berbelok ke utara, sejauh tiga kilometer menuju Limbangan—sebuah desa yang sejuk dan tenang. Sepanjang perjalanan, mereka disambut bentang alam yang memesona: bukit-bukit bersahaja, hijaunya kebun tebu dan tanaman karet, serta ladang-ladang yang menghampar bagai sajadah panjang.

Tipografi perbukitan yang berdampingan dengan aroma pesisir memberi kesan tersendiri—seolah-olah dakwah pun harus hadir luwes seperti alam: tegar seperti bukit, namun lentur seperti angin pantai.

Pelatihan ini bukan hanya sekadar transfer ilmu, tapi adalah langkah sadar dalam membentuk kader dakwah yang tangguh. Tujuannya jelas dan mendalam: mencetak para daiyah perempuan yang kompeten, yang berakar kuat pada kerangka dakwah Muhammadiyah sebagai induk gerakan yang menjadi tulang punggung dakwah di Kabupaten Batang.

Di tengah perubahan zaman yang cepat, keberadaan seorang mubalighat menjadi semakin penting—bukan hanya sebagai pengisi mimbar, tetapi sebagai penyambung lidah ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin dalam konteks kekinian.

Nasyiatul Aisyiyah, sebagai organisasi otonom putri Muhammadiyah, memahami bahwa dakwah bukan hanya kerja lisan, tapi juga kerja kemasyarakatan. Namun, untuk menjawab tantangan zaman, diperlukan pula profil yang mampu mensosialisasikan ajaran Islam kepada kaum muda secara tepat dan menyentuh. Terlebih lagi, ada hal-hal dalam problematika perempuan yang hanya dapat dijelaskan oleh sesama perempuan. Di situlah posisi strategis mubalighat: menjadi jembatan yang tidak hanya menyampaikan pesan langit, tapi juga menyentuh sisi paling manusiawi dari umat—terutama sesama perempuan.

Sasaran dakwah Nasyiatul Aisyiyah sendiri sangat spesifik: kalangan putri usia produktif antara 17 sampai 40 tahun. Usia yang penuh dinamika dan pencarian. Maka, pelatihan ini menjadi penting untuk membekali para kader agar mampu berbicara dengan bahasa yang dimengerti, dengan pendekatan yang menyentuh, serta metode yang relevan dan kontekstual.

Materi-materi yang dihidangkan dalam pelatihan ini pun sangat strategis dan membumi:
• Manhaj dakwah Muhammadiyah yang menjadi dasar pijakan,
• Metodologi dakwah yang memberi arah,
• Optimalisasi peran perempuan dalam menyampaikan risalah,
• Retorika dakwah dan keterampilan berbicara yang menyentuh,
• Dakwah digital yang menembus ruang dan batas,
• Hingga adaptasi Risalah Perempuan Berkemajuan yang menjadi warisan dari Aisyiyah.

Para pemateri merupakan sosok-sosok pilihan yang membawa pengalaman dan kebijaksanaan. Dari unsur Pimpinan Muhammadiyah hadir Bapak Nasikhin, M.Pd dan Bapak Aris Kurniawan. Dari Aisyiyah hadir Ibu Rias Ernawati dan Ibu Yoeny Wahyu Hidayati, dua tokoh perempuan yang membumikan gerakan dengan kelembutan dan kecerdasan.

Dari NA sendiri hadir Ayunda Yuli Kuswanti dari PWNA Jateng, serta Ayunda Sobiatun dan Ayunda Ernawati dari PDNA Kabupaten Batang—figur-figur muda yang menyala dalam semangat.

Di balik materi dan diskusi, tersembunyi dialog ruhani yang mendalam. Para peserta tak sekadar menyimak, mereka menyelami. Mereka menyatukan langkah dan niat, untuk menjadi lentera di zaman yang redup. Di antara desir angin perbukitan dan desir doa yang lirih, mereka mengikrarkan sebuah janji dalam diam: menjadi mubalighat yang tangguh, yang mampu mencerahkan peradaban dari ruang-ruang sunyi maupun hingar-bingar digital.

Acara ini bukan hanya pelatihan, tapi ziarah ruhani dan ikhtiar peradaban. Ia adalah jejak kecil yang mengarah ke perubahan besar. Ia adalah doa yang dibungkus ilmu, dan ilmu yang dipeluk cinta. Maka ketika senja menutup hari kedua, para peserta kembali—bukan sebagai mereka yang sama. Mereka pulang membawa cahaya, membawa semangat, dan membawa amanah untuk terus menyampaikan pesan langit dengan suara perempuan yang lembut, namun penuh kuasa. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Search