Jadilah seperti tanah, semakin diinjak semakin memberi manfaat. Tanah tidak pernah marah di saat diinjak. Malah ia menumbuhkan apapun yang ditanam di atasnya. Dia diam kehidupan bermula.
Begitu juga kita, nggak perlu banyak bicara untuk terlihat berharga. Cukup terus berbuat baik walau nggak selalu dihargai, karena yang rendah hati justru paling tinggi di sisi Allah.
Tanah adalah simbol kerendahan hati, keteguhan, dan kebermanfaatan.
Tanah merupakan unsur utama dan penting dari ekosistem. Bersama dengan unsur lainnya, tanah memliki peran ganda. Peran ganda tersebut adalah yang pertama menjadi:
media produksi pangan dan sandang
menjaga keragaman biodiversity
Ayat Al-Qur’an yang paling kuat menggambarkan sifat tanah sebagai cermin jiwa adalah Surat Al-A’raf ayat 58. Ayat ini menjelaskan bahwa tanah yang baik akan menumbuhkan tanaman dengan izin Allah, sedangkan tanah yang buruk hanya menghasilkan tanaman yang merana. Ini menjadi perumpamaan tentang kondisi hati dan jiwa manusia.
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهٗ بِاِذْنِ رَبِّهٖۚ وَالَّذِيْ خَبُثَ لَا يَخْرُجُ اِلَّا نَكِدًاۗ كَذٰلِكَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّشْكُرُوْنَ ࣖ
Artinya: Tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur seizin Tuhannya. Adapun tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami jelaskan berulang kali tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
Makna Reflektif dari Ayat Ini
• Tanah yang baik = hati yang bersih dan ikhlas.
Jika hati bersih, maka amal dan akhlak akan tumbuh subur dan bermanfaat.
• Tanah yang buruk = hati yang keras dan penuh penyakit.
Meski menerima ilmu atau nasihat, ia tidak menghasilkan kebaikan yang nyata.
• Tanaman = amal dan buah kehidupan.
Apa yang tumbuh dari hati kita akan tampak dalam perilaku dan kontribusi sosial.
• Izin Tuhan = keberkahan dan taufik.
Tanah yang baik tetap bergantung pada izin Allah, menunjukkan bahwa usaha harus disertai doa dan tawakal.
Makna Spiritualitas dan Karakter: Jadilah Seperti Tanah
1. Rendah Hati tapi Mulia
* Tanah selalu berada di bawah, tidak menuntut pujian.
* Namun, dari tanah tumbuh segala kehidupan: pohon, bunga, buah, dan makanan.
* Pelajaran: Rendah hati bukan berarti hina, justru menjadi sumber kebaikan.
2. Menerima dan Menyuburkan
* Tanah menerima apa pun yang jatuh padanya: air, benih, bahkan kotoran.
* Tapi ia tidak membalas dengan keburukan—ia menyuburkan dan memberi hasil.
* Pelajaran: Terimalah ujian dan kritik dengan lapang, lalu balas dengan kebaikan.
3. Setia dan Konsisten
* Tanah tidak berpindah-pindah, ia tetap di tempatnya, memberi manfaat tanpa pamrih.
* Pelajaran: Jadilah pribadi yang konsisten dalam nilai dan komitmen.
4. Menjadi Tempat Kembali
* Semua makhluk hidup akan kembali ke tanah.
* Pelajaran: Ingatlah asal dan tujuan hidup. Tanah mengajarkan kesadaran akan kefanaan.
5. Tidak Memilih Siapa yang Ditumbuhkan
* Tanah tidak pilih kasih: ia menyuburkan benih siapa pun yang menanam.
* Pelajaran: Berbuat baiklah kepada siapa pun, tanpa memandang status atau latar belakang.
Tanah sebagai Cermin Jiwa: Refleksi Karakter dan Spiritualitas
1. Tanah itu Rendah, Tapi Menumbuhkan
* Ia tidak menonjol, tidak memamerkan diri.
* Namun, dari kerendahannya tumbuh kehidupan: pohon, buah, bunga, bahkan obat.
* Cermin Jiwa: Keikhlasan dan kerendahan hati adalah sumber keberkahan.
2. Tanah Menerima Segalanya
* Air hujan, kotoran, benih, bahkan luka bumi—semua diterima.
* Tapi ia tidak menyimpan dendam, justru mengolahnya menjadi kesuburan.
* Cermin Jiwa: Jiwa yang lapang mampu mengubah luka menjadi kekuatan.
3. Tanah Tidak Memilih
* Ia menyuburkan siapa pun yang menanam: petani kaya atau miskin, benih baik atau buruk.
* Cermin Jiwa: Jiwa yang adil dan inklusif tidak pilih kasih dalam memberi manfaat.
4. Tanah Menjadi Tempat Kembali
* Semua makhluk akan kembali ke tanah.
* Cermin Jiwa: Kesadaran akan kefanaan melahirkan kebijaksanaan dan ketulusan.
5. Tanah Diam, Tapi Menyimpan Energi
* Ia tidak bicara, tapi menyimpan mineral, air, dan kehidupan.
* Cermin Jiwa: Jiwa yang tenang menyimpan potensi besar untuk memberi. (*)
