Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyerukan pentingnya Risalah Islam Berkemajuan sebagai fondasi peradaban dan manifesto perjuangan umat Islam dalam menghadapi krisis spiritual global, termasuk sekularisme dan scientism.
Seruan ini disampaikan oleh KH Fathurrahman Kamal Lc., M.Si., Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam sambutannya di Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) II Majelis Tabligh Muhammadiyah, Jum’at (24/10/2025). Kegiatan yang dihadiri Majelis Tabligh tingkat Wilayah se-Indonesia.
Dalam pidatonya, Fathurrahman menegaskan tanggung jawab besar Muhammadiyah dalam menjaga agama Allah.
“Karomah yang sesungguhnya adalah ketika orang betul-betul menegakkan agama Allah, menegakkan syariah Allah secara berjamaah,” ujarnya, menolak definisi karamah yang bersifat artifisial.
Krisis Spiritual Global: Sekularisme dan “Loss of Soul
Fathurrahman menyoroti problem kemanusiaan global yang kian kompleks. Sebagaimana telah diidentifikasi dalam Muktamar Muhammadiyah ke-45 (2005) dan ditegaskan kembali dalam Muktamar Satu Abad (2010).
“Ada problem besar dalam kemanusiaan global, apa yang disebut dengan sekularisasi dan dehumanisasi,” jelasnya.
Menurutnya, manusia modern kini mengalami loss of soul atau hilangnya dimensi ruhani, yang berujung pada krisis moral dan ketidakpastian masa depan.
“Hari ini, anak-anak kita generasi Z menghadapi satu teror yang sangat besar dalam apa yang disebut scientism,” tambahnya.
Scientism ialah menilai kebenaran hanya lewat ukuran empiris. Menyebabkan manusia mempertuhankan kehidupan duniawi, hingga melahirkan relativisme nilai dan krisis makna.
Risalah Islam Berkemajuan Sebagai Solusi
Untuk menjawab tantangan itu, Muhammadiyah menegaskan Risalah Islam Berkemajuan sebagai solusi utama. Risalah ini bukan sekadar gagasan, tetapi harus dijalankan dalam dua arah besar:
1. Ashlami (Platform), menjadi kerangka hikmah dalam berdakwah dan membaca realitas.
2. Manifesto Perjuangan, harus diorganisir, disistemkan, dan diperjuangkan.
“Peradaban yang dibangun atas landasan serba dunia akan rapuh dan bahkan mendatangkan malapetaka. Karena itu nilai-nilai agama harus dijadikan sebagai landasan tentu dari peradaban agar tegak,” tegasnya.
Pesan Sayyidina Ali dan Jalan Kesalehan
Selain soal strategi peradaban, Fathurrahman juga mengingatkan pentingnya kesalehan personal. Ia mengutip pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah tentang takwa sebagai bekal terbaik menuju akhirat.
“Andaikan saja Allah mengizinkan kepada ahli kubur untuk berbicara, mereka pasti akan bilang: sebaik-baik bekal adalah ketakwaan,” kutipnya.
Sayyidina Ali juga mengingatkan lima penghalang kesalehan seseorang:
1. Merasa cukup dengan kebodohan (Al-Rukunan bil Jahli).
2. Rakus terhadap dunia.
3. Pelit terhadap kelebihan yang dimiliki (Wasyuhu bil-Fadli).
4. Riya’ atau pamer dalam ibadah.
5. Sombong dan membanggakan diri di atas orang lain.
Dakwah Humanis dan Mencerahkan
Fathurrahman menyerukan agar strategi dakwah Muhammadiyah di era modern harus mencerahkan, menggembirakan, dan humanis—terutama bagi generasi milenial dan generasi Z.
“Dakwah kita harus menggembirakan dan merekatkan,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya memperluas dakwah kepada non-Muslim dengan menampilkan keindahan Islam secara nyata, bukan melalui perdebatan teologis.
“Tunjukkan Islam yang indah dalam praktik kehidupan, bukan hanya lewat argumentasi,” pungkasnya. (Firnas)
