Di Bawah Pengawasan Langit: Menghidupkan Kembali Rasa Diawasi Allah

Di Bawah Pengawasan Langit: Menghidupkan Kembali Rasa Diawasi Allah
*) Oleh : Bahrus Surur-Iyunk
Penulis Buku Cendekiawan Melintas Batas, 70 tahun Perjalanan Syafiq A Mughni (Suara Muhammadiyah, 2024)
www.majelistabligh.id -

Dunia hari ini terasa semakin bising oleh berita kejahatan. Korupsi merajalela di lembaga-lembaga yang seharusnya menjaga amanah. Perzinaan dan perilaku asusila kian terbuka tanpa rasa malu. Bahkan, tragedi memilukan seperti seorang anak yang tega menghabisi nyawa ayahnya sendiri menjadi tontonan yang menyesakkan hati. Bahkan, pembunuhan mutilasi pun terjadi.

Semua ini bukan semata karena lemahnya hukum manusia, melainkan karena hilangnya khasyatullah (rasa takut kepada Allah), pudarnya muraaqabatullah (kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi), dan lenyapnya rasa malu (al-hayaa’). Kita hidup di zaman ketika kamera pengintai (CCTV) bisa merekam setiap sudut ruangan, tetapi tidak mampu merekam isi hati manusia.

Padahal Allah telah mengingatkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian.” (QS. An-Nisa’: 1)

Dia adalah Al-‘Aliim (Maha Mengetahui), Al-Bashiir (Maha Melihat), dan telah menugaskan raqib dan ‘atid untuk mencatat setiap amal perbuatan manusia. Allah berfirman, “Dan Rahasiakanlah ucapanmu atau nyatakanlah dengan terang, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al-Mulk: 13)

Kesadaran seperti inilah yang disebut muraaqabatullah. Satu buah dari keimanan yang mencapai derajat ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya. Dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat kita.

Orang yang memiliki muraaqabatullah akan beramal dengan tulus. Ia tidak butuh tepuk tangan atau pujian manusia. Ia bekerja, menolong, dan berbuat baik hanya karena Allah semata. Dari sinilah tumbuh keikhlasan yang sejati.

Muraaqabatullah juga melahirkan rasa malu yang hakiki—malu bukan karena takut diketahui manusia, tetapi karena sadar bahwa Allah pasti melihatnya. Malu untuk berbuat dosa, sekecil apa pun. Malu karena mengotori pandangan Allah terhadap dirinya. Itulah benteng terdalam yang menjaga manusia dari kejahatan, bahkan ketika tak ada seorang pun yang melihat.

Lebih dari itu, muraaqabatullah menumbuhkan rasa tanggung jawab. Seseorang yang yakin dirinya diawasi Allah akan berpikir dua kali sebelum melanggar kebenaran. Ia sadar, setiap perbuatan—sekecil apa pun—akan mendapat balasan yang adil dari Allah.

Di tengah dunia yang penuh tipu daya dan pengawasan digital yang serba canggih, kita sesungguhnya hanya butuh satu hal, yaitu menghidupkan kembali kesadaran bahwa Allah selalu hadir dan mengawasi. Itulah pengawasan langit yang tak pernah salah, tak pernah padam, dan tak pernah lupa.

Jika kamera manusia bisa membuat kita berhati-hati, seharusnya pandangan Allah membuat kita jauh lebih waspada. Betapa mulianya manusia yang berjalan di bumi dengan rasa diawasi oleh langit. Karena di situlah letak kemerdekaan sejati, yakni bebas dari dosa, malu kepada Tuhan, dan jujur kepada diri sendiri. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Search