“Hijab is a fortress that protects Muslim women from the slander of the world, it is not a barrier, but rather a form of obedience to gain glory in the sight of Allah”
“(Hijab adalah benteng yang melindungi muslimah dari fitnah dunia, ia bukan penghalang, melainkan wujud ketaatan untuk meraih kemuliaan di sisi Allah)”
Memakai jilbab sejatinya bukan sekadar kewajiban tanpa makna, melainkan bahasa cinta yang agung dari Sang Pencipta. Mengapa syariat ini diturunkan, padahal sebelumnya tidak ada? Karena Allah, dengan kasih sayang-Nya yang tak terbatas, ingin memberikan perlindungan terbaik bagi setiap muslimah.
Syariat jilbab adalah identitas kemuliaan, sebuah tanda yang membedakan dan menjaga dari gangguan. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Artinya:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Ahzab:59)
Ayat ini menunjukkan wajibnya jilbab bagi seluruh wanita muslimah.
Tujuan mulia ini juga diperkuat oleh hadis, seperti ketika Rasulullah Saw memerintahkan wanita yang tidak memiliki jilbab untuk meminjam dari saudarinya agar dapat menghadiri shalat ‘Id. Dalil yang menunjukkan wajibnya jilbab adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلاَّهُنَّ . قَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ « لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا »
Artinya:
“Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum muslimin dan doa mereka. Tetapi wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR. Bukhari No. 351 dan Muslim No. 890).
Para ulama sepakat (berijma’) bahwa berjilbab itu wajib. Yang mereka perselisihkan adalah dalam masalah wajah dan kedua telapak tangan apakah wajib ditutupi.
Oleh sebab itu, berjilbab yang sesungguhnya adalah ketika kita memahami bahwa ia adalah bukti ketaatan dan anugerah perlindungan dari Allah. Kenakanlah jilbab bukan sekadar kain yang menutupi, tapi sebagai mahkota kehormatan dan pengakuan akan cinta Allah yang ingin menjaga kita dari segala fitnah.
Semoga bermanfaat.
